INOVASI PEMBELAJARAN IPS
LAPORAN
BAB IV : MODEL PEMBELAJARAN IPS TERPADU BERBASIS TIK
Tugas
Mata Kuliah:
Dosen:
Dr. Cecep
Disusun
oleh:
Ujang
Murana Wijaya
Program Pasca Sarjana IPS
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN (STKIP) PASUNDAN CIMAHI
2015
BAB
I
PENDAHULUAN
Pendidikan
Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan suatu kajian interdisipliner yang
mengkaitkan berbagai ilmu-ilmu sosial, seperti: sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi,
antropologi, politik, hukum, dan psikologi sosial untuk memahami berbagai
fenomena dan kehidupan sosial yang perkembangannya begitu cepat dan sering
tidak terduga dengan tepat (unpredicable). Perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi yang sedemikian cepat dalam era globalisasi, menambah
semakin cepat perkembangan kehidupan sosial berikut dampak yang mengiringinya.
Arus globalisasi dengan fenomena demokratisasi sangat berpengaruh terhadap
kehidupan umat manusia di muka bumi ini. Dalam konteks fenomena globalisasi,
pendidikan Ilmu Pengatahuan Sosial perlu mengembangkan program pendidikan yang
mampu mengakomodasikan semua kecenderungan yang terbawa dalam proses
globalisasi itu. Program pendidikan tersebut perlu diwujudkan dalam bentuk “…a
curriculum geared to the development of ‘world citizens’ who are capable of
dealing with the crises” (Parker & Cogan, 1990), yakni kurikulum yang
mampu mengarahkan warga dunia dalam mengelola krisis.
Pembangunan
bangsa dan pembangunan karakter (nation and character building)
merupakan komitmen nasional yang memiliki sejarah panjang dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Makna semangat Sumpah Pemuda, Proklamasi Kemerdekaan
dan untaian kata yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945, merupakan bukti
sejarah yang telah lama tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat,
bangsa, dan negara Indonesia. Makna tersebut merupakan bukti yang tak
terbantahkan bahwa pembangunan bangsa dan pembangunan karakter merupakan
komitmen bangsa Indonesia sejak masa kebangkitan nasional (Kaelan, 2004).
Di era
reformasi, semangat pembangunan bangsa dan pembangunan karakter tercermin dalam
pengakuan atas hak-hak warganegara sebagai isu sentral dalam masyarakat
pluralis yang demokratis. Perjuangan dalam pemerolehan hak sipil, hak asasi
manusia dan keadilan sosial serta kesejahteraan masyarakat diyakini akan lebih
mudah diwujudkan. Upaya itu antara lain: melalui Amandemen UUD 1945 dan
berbagai produk perundangan yang telah menjamin hak-hak warga sipil dalam
berbangsa dan bernegara. Derap reformasi yang telah bergulir selama satu
dasawarsa, belum menunjukkan terwujudnya cita-cita reformasi, selain pada aspek
kebebasan berekspresi dimana kesempatan yang tersedia memang jauh lebih luas
(tidak terkekang) dibandingkan dengan kesempatan pada masa rezim orde
sebelumnya. Di lain pihak, di era ‘transisi demokrasi’ bangsa Indonesia justru
dihadapkan pada pelbagai fenomena yang mempengaruhi kehidupan sosial, seperti
nasionalisme ekonomi, etika sosial, pengaruh globalisasi dan kemajuan teknologi,
degradasi lingkungan, lokalisme demokratis, dan multikulturalisme.
Budaya
demokratisasi dan keterbukaan merupakan kebutuhan bagi bangsa Indonesia dalam
hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di era kini. Berbagai komponen
masyarakat, mulai dari elit politik, para birokrat dalam sistem pemerintahan,
dunia usaha, lembaga swadaya masyarakat, kaum intelektual, hingga masyarakat
luas mendambakan suasana kehidupan yang menjamin kebebasan untuk berekspresi
dan mengembangkan ide dan pendapatnya. Pembentukan struktur pemerintahan negara
yang demokratis tanpa diimbangi dengan tumbuhnya kehidupan demokrasi akan
menjurus pada lahirnya kehidupan demokrasi yang semu (pseudo demokrasi)
seperti yang pernah terjadi dalam sistem pemerintahan Indonesia pada periode-periode
sebelumnya. Oleh karena itu, pembinaan pemahaman akan prinsip-prinsip serta
cara hidup yang demokratis adalah salah satu tantangan mendasar bagi sistem
pendidikan nasional dalam membentuk dan mengembangkan kehidupan negara dan
masyarakat yang semakin demokratis.
Komitmen
nasional untuk membangun karakter bangsa telah digariskan dalam pasal 31 UUD
1945 beserta peraturan perundangan dibawahnya seperti Undang-Undang Nomor
20/2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah Nomor 19/2006
tentang Standar Nasional Pendidikan, dan peraturan lainnya yang menjadi
instrumen untuk mewujudkan komitmen nasional itu. Pada perspektif pendidikan
ilmu pengetahuan sosial, proses pembelajaran perlu dirancang dan diprogramkan
antara lain untuk mewujudkan program-program pendidikan demokrasi yang
mengarah pada pembentukan karakter bangsa Indonesia. Tujuan utamanya adalah
untuk menumbuhkan karakter warga negara baik karakter privat, seperti tanggung
jawab moral dan sosial, disiplin diri dan penghargaan terhadap harkat dan
martabat manusia dari setiap individu; maupun karakter publik, misalnya
kepedulian sebagai warga negara, kesopanan, mengindahkan aturan main (rule
of law), berpikir kritis, dan kemauan untuk mendengar, bernegosiasi dan
berkompromi (Winataputra dan Budimansyah, 2007:192).
Sejak awal
kemerdekaannya, Pemerintah Republik Indonesia memberikan tanggung jawan kepada
sekolah melalui jalur pendidikan formal dalam upaya pembangunan karakter bangsa
melalui Pendidikan Kemasyarakatan (ilmu bumi, sejarah dan pengetahuan kewargaan
negara). Pendidikan Kemasyarakatan, pembangunan karakter bangsa mulai
diprogramkan secara lebih sistimatis (Kurikulum 1964). Pada kurun waktu
berlakunya Kurikulum 1964 (Sapriya, 2009:41) mata pelajaran Pendidikan Kemasyarakatan
menanamkan kesadaran hubungan timbal balik antar sesama anggota masyarakat,
memahami lingkungan social, dan latar belakang sejarah bangsanya. Pada kurun
berlakunya Kurikulum 1968 dikenal adanya mata pelajaran Pendidikan Kewargaan
Negara yang isinya mencakup Civics (pengetahuan kewargaan negara), ilmu bumi
Indonesia, dan sejarah Indonesia (untuk sekolah dasar). Mata pelajaran
Pendidikan Kewargaan Negara telah memulai upaya pendidikan karakter bangsa,
terutama melalui kajian Civics dan Sejarah.
Peran sekolah
yang sangat strategis untuk membina generasi muda dalam pengembangan
karakternya, terlebih di era globalisasi menuntut pembelajaran IPS dan PPKn
lebih pro-aktif dalam mewujudkan perannya dalam membangun budaya dan karakter
bangsa. Sekolah sebagai lembaga resmi yang membina generasi muda perlu
direncanakan pelaksanaan pembelajaran serta konseptualnya, sehingga upaya
membangun budaya dan karakter bangsa bisa lebih efektif sesuai dengan tujuan
yang dicita-citakan.
1.2
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang
diharapkan dari penulisan laporan bab ini diharapkan:
1) Bisa
mengkaji lebih mendalam tentang pemanfaatn TIK dalam pembelajan IPS, yang telah
dibahsa sebelumnya dalam bab V oleh Dr.
Agus Mulyana.
2) Mengkaji
secara mendalam kelebihan dan kekuarangan dalam pembahansan pembelajjaran IPS
melalui TIK..
1.3
Manfaat Penulisan
Melalui
proses pembelajaran dan analisi dari buku Inovasi Pembelajaran IPS yang
mengupas tentang model pembelajaran IPS terbadu berbasis TIK diharapakan
menjadi sutu motivasi bagi penulis atau pun pembaca dalam menggunakan peranan
TIK dalam membantu proses pembelajaran agar tujuan dari pembelajaran tersebut
tercapai dengan baik.
BAB
II
LAPORAN
BAB IV : MODEL PEMBELAJARAN IPS TERPADU BERBASIS TIK
Kegiatan pembelajaran pada dasarnya
merupakan kegiatan yang menunjukkan interaksi antara siswa dan guru. Interaksi
yang dibangun dalam kegiatan ini adalah interaksi yang bersifat dua arah dan
menempatkan siswa bukan sebagai objek belajar tetapi sebagai subjek belajar.
Kedudukan siswa sebagai subjek belajar berarti siswa merupakan individu yang
aktif, bukan yang pasif, yang hanya menerima apa yang diberikan oleh guru.
Dalam model pembelajaran ini siswa dituntut untuk banyak melakukan aktivitas sesuai
dengan tema yang dikembangkan dalam materi pembelajaran. Siswa dituntut untuk
menemukan konsep-konsep penting yang dikembangkan dalam tema materi
pembelajaran atau melakukan inquiri. Guru hanya berperan sebagai fasilitator
untuk mengantarkan siswa hingga menemukan konsep-konsep tersebut.
Proses inquiri yang dilakukan oleh
siswa harus didukung oleh media dan sumber belajar yang digunakan oleh guru.
Media dan sumber belajar tidak hanya terpaku pada buku teks yang dijadikan
pegangan oleh guru. Apabila hal ini dilakukan informasi materi pembelajaran
sangat terbatas. Sumber materi yang terbatas, akan sulit untuk mengembangkan
tema. Hal yang ideal adalah media dan sumber belajar harus memberikan kemudahan
bagi siswa dalam memperoleh materi yang nantinya dapat dikembangkan dalam tema
pembelajaran. Salah satu media dan sumber materi yang bisa dikembangkan adalah
melalui teknologi informasi dan komunikasi (TIK).
2.1
KARAKTERISTIK DAN TUJUAN IPS
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan
penyederhanaan dari berbagai ilmu-ilmu sosial dengan tujuan utama adalah
membentuk warga negara yang baik. Hal tersebut sesuai dengan
penjelasan
dari National Council for Social Studies NCSS dalam Savage dan Armstrong
(1996: 9), mendefinisikan social studies sebagai berikut:
Social
studies is the integrated study of the social sciences and humanities to
promote civic competence. Within the school program, social studies provides
coordinated, systematic study
drawing
upon such disciplines as anthropology, archeology, economics, geography,
history, law, philosophy, political sciences, psycology, religion, and
siciology, as well as appropriate content from the humanities, mathematics, and
natural sciences.
Dari definisi di atas, Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
dapat diartikan sebagai kajian terpadu dari ilmu-ilmu sosial dan untuk
mengembangkan potensi kewarganegaraan. Di dalam program persekolahan Ilmu
Pengetahuan Sosial dikoordinasikan sebagai bahan sistematis dan dibangun di
atas beberapa disiplin ilmu antara lain Antropologi, ilmu politik, Arkeologi,
Ekonomi, Geografi, Sejarah, Hukum, Filsafat Psikologi, Agama, Sosiologi, dan
juga mencakup materi yang sesuai dari humaniora, matematika, dan ilmu-ilmu
alam.
Numan Somantri (2001: 44) menyatakan bahwa Pendidikan
IPS untuk tingkat sekolah itu sebagai suatu penyederhanaan disiplin ilmu-ilmu
sosial, psikologi, filsafat, ideologi negara, dan agama yang diorganisasikan
dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan. Ilmu
pengetahuan sosial merupakan seperangkat fakta, peristiwa, konsep, dan generalisasi
yang berkaitan dengan perilaku dan tindakan manusia untuk membangun dirinya,
masyarakatnya, bangsanya, lingkungannya berdasarkan pengalaman masa lalu yang dapat
dimaknai untuk masa kini, dan diantisipasi untuk masa yang akan datang.
Tujuan
Pembelajaran IPS
Tujuan utama dari pembelajaran IPS adalah membentuk
warga Negara yang baik. Hal tersebut seperti yang dijelaskan oleh Hamid Hasan
(1996:
114-117) sebagai berikut:
a.
Mengembangkan nilai dan moral yang berlaku
dalam masyarakat menjadi bagian dari kepribadian individu siswa. Sikap, nilai
dan moral yang dapat dikembangkan diantaranya adalah:
1)
Pengetahuan dan pemahaman tentang nilai
dan moral yang berlaku dalam masyarakat seperti sikap kritis, kebenaran,
penghargaan terhadap pendapat orang lain, religiusitas, sifat kepedulian
sosial, menghormati orang tua, dan sebagainya.
2)
Toleransi
3)
Kerjasama/gotong royong
4)
Hak asasi manusia
b.
Pengembangan konatif, yaitu kualitas yang
menunjukan bahwa seseorang tidak hanya memiliki pengetahuan dan pemahaman, kemampuan
kognitif tinggi, sikap, nilai, dan moral, tetapi juga memiliki keinginan untuk
melaksanakan dan membuktikannya dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan konatif
tersebut diantaranya adalah:
1)
1)Melaksanakan tugas-tugas sosial
2)
Bekerja keras
3)
Bekerja dengan jujur
4)
Kemampuan beradaptasi
c.
Memiliki kesadaran akan nilai sosial
budaya, kebangsaan, kemanusiaan serta kepribadian yang didasarkan pada
nilai-nilai tersebut, seperti kejujuran, kasih sayang, empati dan kepedulian,
santun dan saling menghormati, serta rasa kebangsaan.
d.
Memiliki kemampuan berkomunikasi,
bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal,
nasional, dan global. Sapriya (2009: 201), menjelaskan tujuan mata pelajaran IPS
sebagai berikut :
a) Mengenal
konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya.
b) Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis
dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan
dalam kehidupan sosial.
c) Memiliki
komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan.
d) Memiliki
kemampuan berkomunikasi, bekerja sama dan berkompetisi
dalam
masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.
Karakteristik
dan Tujuan IPS IPS
merupakan salah satu mata pelajaran di SMP. Dalam kurikulum tahun 2006 atau
biasa disebut dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, bidang studi IPS
untuk SMP disebut dengan istilah IPS Terpadu. Konsep IPS kalau kita merujuk
kepada apa yang dilakukan di negara-negara lain seperti Amerika, Australia,
Canada dan negara-negara lainnya yaitu Social Studies. Di Amerika (USA) Social
Studies didefinisikan oleh National Concil for Social Studies (NCSS) sebagai
”kajian terintegrasi antara ilmu-ilmu sosial dan humaniora dalam rangka
mengembangkan kompetensi warganegara yang baik.
Di
dalam program sekolah, Studi Sosial diberikan secara terkoordinir, sebagai
studi yang sistematik berbasis pada disiplin ilmu-ilmu antropologi, arkeologi,
ekonomi, geografi, sejarah, hukum, filsafat, ilmu politik, psikologi, agama,
sosiologi, dan juga consep-konsep terkait dari humaniora, matematika dan
ilmu-ilmu alam” (Savage & Amstrong. 1996: 9 dan Elis, 1998: 2). Berdasarkan
definisi tersebut menyatakan bahwa IPS merupakan satu kajian dari berbagai
disiplin ilmu, yang tidak hanya ilmu-ilmu sosial, akan tetapi juga ilmu-ilmu
lainnya yang berkenaan dengan kehidupan manusia. Hal yang dikaji adalah
tema-tema yang berkaitan dengan kehidupan manusia. Tema yang dikaji, adalah
fenomena-fenomena yang terjadi di masyarakat baik masa lalu, masa sekarang, dan
kecenderungannya di masa-masa mendatang. Fenomena yang sedang terjadi (current
events) merupakan sumber materi IPS yang sangat menarik, dan sangat penting
untuk dibahas. Tujuan utama dari pembelajaran IPS ini adalah untuk melatih para
siswa menjadi warganegara yang mampu mengambil keputusan secara demokratis dan
rasional yang dapat diterima oleh semua golongan yang ada di dalam masyarakat. Kalau kita perhatikan pendapat dari NCSS,
sesungguhnya IPS tersebut sudah menunjukkan keterpaduan, karena yang
ditonjolkan dalam materi pembelajaran adalah tema.
Tema tersebut kemudian dikaji dari
berbagai disiplin ilmu. Sementara ini, implementasi pembelajaran IPS di sekolah
masih terpisah-pisah dengan disiplin ilmu, misalkan mengajarkan sejarah,
ekonomi, geografi, sosiologi, dan sebagainya. Implementasi pendekatan tematis,
misalnya materi tentang kehidupan masyarakat perkotaan. Dalam masyarakat kota
terjadi urbanisasi. Urbanisasi bisa dilihat dari aspek sejarah, ekonomi,
geografi, sosiologi, budaya, kemanusiaan, dan sebagainya. Dengan pendekatan ini
maka disiplin ilmu tidak menonjol sebagai materi, tetapi hanya alat untuk
mengkaji. Terdapat beberapa definisi lain tentang IPS. Richard E. Gross, dkk
(1978 : 3) menyatakan bahwa IPS adalah dasar pendidikan sosial, dalam
mempersiapkan fungsi warga negara dengan bekal pengetahuan, keterampilan dan
sikap yang memungkinkan masing-masing warga negara tersebut dapat tumbuh secara
personal antara yang satu dengan yang lainnya secara baik, dan dalam
berkontribusi pada kebudayaan yang akan datang. Muriel Crosby menyatakan bahwa
IPS diidentifikasi sebagai studi yang memperhatikan pada bagaimana orang
membangun kehidupan yang lebih baik bagi dirinya dan anggota keluarganya,
bagaimana orang memecahkan masalah-masalah, bagaimana orang hidup bersama,
bagaimana orang mengubah dan diubah oleh lingkungannya (Leonard S. Kenworthy,
1981 : 7).
Berdasarkan definisi tersebut dapat
diartikan pertama bahwa IPS merupakan mata pelajaran yang berkaitan dengan
kehidupan individu baik sebagai warga negara maupun masyarakat. Individu yang
diharapkan dalam IPS adalah individu yang saling berinteraksi antara yang satu
dengan yang lainnya. Interaksi yang diharapkan adalah interaksi yang bisa
membangun kehidupan yang lebih baik. Sebab secara sosiologis dan politis,
apabila individu-individu tersebut memiliki yang baik, secara otomatis
menunjukkan sebagai warga negara yang baik. Interaksi individu bukan hanya
dengan sesama manusia, akan tetapi interaksi juga dilakukan dengan lingkungan
baik lingkungan sosial maupun lingkungan alam.
Dalam berinteraksi tersebut
memungkinkan terjadinya masalah-masalah yang berdampak pada kehidupan manusia
baik masalah yang berupa fenomena sosial maupun fenomena alam. Fenomena sosial,
misalnya masalah urbanisasi yang berakibat terjadinya kepadatan penduduk di
perkotaan. Fenomena alam, misalnya banjir yang dapat membawa pada krisis
kemanusiaan. Kedua, IPS menuntut adanya pengetahuan, keterampilan dan sikap.
Untuk menjadi warga negara yang baik, IPS memberikan bekal pengetahuan yang
biasanya lebih menekankan pada aspek kognitif. Misalnya pengetahuan tentang apa
yang menjadi penyebab terjadinya urbanisasi, apa yang menyebabkan terjadinya
banjir, bagaimana cara-cara memghindari banjir, dan sebagainya. Keterampilan
dan sikap lebih banyak menuntut terhadap apa yang dapat ditunjukkan oleh siswa
dalam bentuk kinerja. Keterampilan dalam IPS memiliki arti yang lebih luas yang
biasa disebut dengan keterampilan sosial. Keterampilan-keterampilan ini lebih
banyak ditunjukkan dengan sikap ketika berinteraksi dengan individu-individu
lain.Misalnya apakah individu menunjukkan sikap peduli ketika melihat
tetangganya terkenan banjir, dan sebagainya. IPS sebagai sebuah kajian memiliki
kepentingan bagi pendidikan. Bruce Joyce (Leonard S. Kenworthy, 1981 : 7)
menyatakan ada tiga katagori dalam pendidikan yang merupakan karakteristik
tujuan IPS yaitu :
1.
Pendidikan kemanusiaan.
2.
Pendidikan kewarganegaraan.
3. Pendidikan intelektual.
Pendidikan kemanusiaan memiliki arti
bahwa IPS harus membantu anak memahami pengalamannya dan menemukan arti atau
makna dalam kehidupannya. Dalam tujuan pertama ini terkandung unsur pendidikan
nilai. Guru dapat menyajikan materi IPS dalam tujuan ini
misalkan dalam materi
krisis kemanusiaan yang disebabkan oleh terjadinya fenomena alam banjir. Banjir
dapat menimbulkan korban. Bagaimana sikap yang harus dilakukan terhadap korban
banjir. Pada tema ini bisa membicarakan hubungan antara fenomena sosial dan
fenomena alam. Siswa dituntut memiliki sikap empati terhadap masalah
kemanusiaan. Pendidikan kewarganegaraan mengandung arti bahwa siswa harus
dipersiapkan untuk berpartisipasi secara efektif dalam dinamika kehidupan
masyarakat. Siswa memiliki kesadaran untuk meningkatkan prestasinya sebagai
bentuk tanggung jawab warga negara yang setia pada negara. Pendidikan nilai
dalam tujuan ini lebih ditekankan pada kewarganegaraan. Materi yang disajikan
lebih banyak tema yang berkaitan dengan kehidupan sebagai warga negara.
Misalnya tema tentang etika berkendaraan di jalan raya. Bagaimana seorang warga
negara yang baik menggunakan kendaraan, mentaati rambu-rambu lalu lintas, tidak
ngebut di jalanan yang mengganggu ketentraman, dan sebagainya.
Pendidikan intelektual mengandung
arti bahwa anak membutuhkan untuk memperoleh ide-ide yang analitis dan
alat-alat untuk memecahkan masalah yang dikembangkan dari konsep-konsep ilmu
sosial. Dalam memecahkan masalah anak akan dihadapkan pada upaya mengambil
keputusan sendiri. Dengan peningkatan kematangan, anak harus belajar untuk
menjawab pertanyaan dengan benar dan menguji ide-ide kritis dalam situasi
sosial. Dalam pembelajaran ini, siswa diminta untuk berpikir kritis dalam
mengkaji tema-tema yang diangkat dalam kehidupan nyata. Siswa diminta diminta
untuk memberikan analisis dengan konsep-konsep ilmu sosial atau ilmu lainnya
terhadap fakta yang terjadi. Misalkan terjadinya pengangguran, bagaimana
pengangguran dilihat dari aspek sejarah, ekonomi, geografi, sosiologi dan yang
lainnya. Berdasarkan hasil analisis tersebut kemudian siswa diminta untuk
mengambil keputusan. Bagaimana cara menanggulangi agar tidak terjadi
pengangguran dan bagaimana menanggulangi dampak negatif dari pengangguran. Jack
R. Fraenkel (1980 : 8-11) membagi tujuan IPS dalam empat katagori yaitu :
1.
Pengetahuan
2.
Keterampilan
3.
Sikap
4. Nilai
Pengetahuan adalah kemahiran dan
pemahaman terhadap sejumlah informasi dan ide-ide. Tujuan pengetahuan ini
membantu siswa untuk belajar lebih banyak tentang dirinya dan fisiknya dan
dunia sosial. Dalam praktek pembelajaran pengetahuan dapat berupa kegiatan
siswa yang dikenalkan dengan konsep-konsep yang ada dalam ilmu-ilmu sosial
misalnya demokrasi, relasi, kronologis, urbanisasi, migrasi, dan sebagainya.
Keterampilan adalah pengembangan kemampuan-kemampuan tertentu sehingga
digunakan pengetahuan yang diperolehnya. Beberapa keterampilan yang ada dalam
IPS adalah :
a.
Keterampilan
berpikir yaitu kemampuan mendeskripsikan, mendefinisikan, mengklasifikasi,
membuat hipotesis, membuat generalisasi, memprediksi, membandingkan dan
mengkontraskan, dan melahirkan ide-ide baru.
b.
Keterampilan
akademik yaitu kemampuan membaca, menelaah, menulis, berbicara, mendengarkan,
membaca dan meninterpretasi peta, membuat garis besar, membuat grafik dan
membuat catatan.
c.
Keterampilan
penelitian yaitu mendefinisikan masalah, merumuskan suatu hipotesis, menemukan
dan mengambil data yang berhubungan dengan masalah, menganalisis data, mengevaluasi hipotesis dan menarik kesimpulan,
menerima, menolak atau memodifikasi hipotesis dengan tepat.
d.
Keterampilan
sosial yaitu kemampuan bekerjasama, memberikan kontribusi dalam tugas dan
diskusi kelompok, mengerti tanda-tanda non-verbal yang disampaikan oleh orang
lain, merespon dalam cara-cara menolong masalah yang lain, memberikan
pengnuatan terhadap kelebihan orang lain, dan mempertunjukkan kepemimpinan yang
tepat.
Sikap adalah kemahiran, mengembangkan
dan menerima keyakinan-keyakinan, interes, pandangan-pandangan, dan
kecendrungan tertentu. Sedangkan nilai adalah kemahiran memegang sejumlah
komitmen yang mendalam, mendukung ketika sesuatu dianggap penting dengan
tindakan yang tepat. TIK dalam IPS. Memasuki awal abad ke-21 telah
terjadi perkembangan tekonologi informasi dan komunikasi (TIK) yang begitu
pesat. Tekonologi ini telah banyak mengubah cara-cara hidup manusia di bumi.
Hal terpenting dengan perkembangan teknologi informasi adalah semakin cepatnya
akses informasi dalam berbagai kehidupan. Peristiwa-peristiwa yang terjadi
begitu mudah dengan cepat diterima di wilayah lain. Hal ini telah menembus
sekat-sekat batas geografis secara fisik.
Penggunaan TIK dalam pendidikan di
Indonesia sangatlah penting. Terdapat beberapa alasan pentingnya penggunaan
TIK, (Hansiswany Kamarga, 2008 : 475 – 502) yaitu pertama bahwa pendidikan
merupakan wahana bagi pengembangan sumber daya manusia. Pengembangan sumber
daya manusia yang berkwalitas sangat membutuhkan sarana dan prasarana yang
memadai. Kedua peningkatan industri memerlukan perbaikan sumber daya manusia. Untuk mencapai sumber daya manusia
yang handal dibutuhkan sistem pendidikan yang baik. Agar sistem pendidikan
menjadi berkwalitas, maka dibutuhkan sarana dan prasarana yang sangat
mendukung. Ketiga, pengembangan sistem pendidikan yang berbasis tekonologi
informasi akan mempercepat perluasan kesempatan memperoleh pendidikan di
samping juga perbaikan kualitas pendidikan, keempat, Indonesia memiliki kondisi
geografis beragam, yakni dari daerah perkotaan sampai dengan daerah terpencil
yang dipisahkan oleh berbagai selat dan laut, tampaknya harus serius memikirkan
pengembangan pendidikan dengan modus berbasis teknologi informasi, sebab
pengembangan sistem pendidikan yang demikian sangat membantu memperluas dan
memperbaiki pendidikan di Indonesia.
Teknologi Informasi adalah bagian
teknologi dari suatu sistem informasi. Dalam beberapa sudut pandang, sistem
informasi sering dihubungkan langsung dengan teknologi informasi.Tugas-tugas
yang dapat ditangani teknologi informasi :
Ø Teknologi informasi dapat memproses
data mentah menjadi informasi yang berguna,
Ø Teknologi informasi dapat memproses
kembali suatu informasi dan dipergunakan sebagai data dalam pemrosesan
selanjutnya,
Ø Teknologi informasi dapat mengemas
informasi dalam bentuk baru agar supaya lebih mudah dimengerti, lebih menarik,
atau lebih bermanfaat.
Dalam implementasi pembelajaran TIK
dapat berfungsi sebagai media dan sumber belajar. Hal yang dapat diperoleh dari
TIK adalah informasi. Dalam proses pembelajaran informasi dapat dijadikan
sebagai sumber materi pembelajaran. TIK dalam konteks pendidikan dapat berupa
alat fisik misalnya komputer, handphone, televisi, dan sebagainya, TIK dapat
pula berupa perangkat lunak yakni program-program yang dapat dijadikan sumber
belajar. Implikasi dari penggunaan TIK akan sangat berpengaruh terhadap metode
pembelajaran yang digunakan.
Dalam proses pembelajaran media
merupakan salah satu bagian penting untuk mencapai tujuan pembelajaran. Media
memiliki fungsi yaitu :
1)
Sebagai
unsur pencapaian tujuan, bukan semata-mata sbg alat bantu/ alat pelengkap,
melainkan bersama-sama dengan bahan pelajaran dan metode berperan dalam proses
KBM agar tujuan pembelajaran tercapai sesuai dengan yang telah dirumuskan.
2)
Sebagai
pengembang kemampuan, terutama alat-alat media yang dapat dimanipulasi/
dirakit/ dimodifikasi atau disengaja direncanakan untuk meningkatkan kemampuan/
keterampilan tertentu (mengamati, menafsirkan, merakit alat, mengukur, memilih
alat yang tepat, dsb).
3)
Sebagai
katalisator dalam proses pemahaman bahan kajian/ pelajaran, misalnya melalui
alat yang diperagakan, dipraktekkan, atau pengalaman langsung.
4)
Sebagai pembawa
informasi, antara lain gambar, radio, televisi, foto, film, slide, video,
animasi, model, software.
Sebagai alat dalam pembelajaran media juga berfungsi :
1)
Melampaui
batas ruang kelas
Dalam paradigma yang baru
pembelajaran tidak hanya dilakukan di kelas, akan tetapi pembelajaran dapat
pula dilakukan di luar kelas. Penggunaan media TIK dapat memungkinkan siswa
belajar di luar ruang kelas misalkan menggunakan internet siswa dapat melakukan
dimana saja. Internet dapat digunakan untuk mencari sumber-sumber materi baik
dala bentuk teks, audio, visual dan bentuk lainnya.
2) Memungkinkan interaksi langsung
Interaksi antara guru dan siswa tidak
hanya sebatas di kelas yang terkadang hanya dibatasi oleh ruang dan waktu.
Dengan TIK memungkinkan siswa berinteraksi langsung dengan guru secara
individual. Bahkan interaksi langsung tidak hanya sebatas siswa dengan guru,
akan tetapi siswa dengan sumber-sumber belajar lainnya. Misalnya siswa dapat
berinteraksi langsung dengan guru dan sumber belajar lainnya dengan menggunakan
telepon, handphone, chatting di internet, downlod bahan-bahan materi, melihat
peristiwa secara langsung yang ada dalam media audio visual, dan sebagainya.
3) Memungkinkan keseragaman
pengamatan
Belajar yang baik adalah adanya
proses penemuan (inquiri) siswa terhadap sumber-sumber belajar. Pembelajaran
yang berlangsung di kelas, pengamatan yang dilakukan oleh siswa akan dibatasi
oleh ruang dan waktu. Pengamatan dapat dilakukan dengan media audio dan visual
secara bersama-sama antar siswa. Misalnya siswa dapat mengamati gambar dan film
tentang kehidupan masyarakat yang ada di TV dan internet.
4) Membangkitkan minat baru
Minat yang tumbuh dalam diri siswa,
sangat ditentukan oleh berbagai faktor. Salah satu faktor penting adalah
bagaimana guru menerapkan metode pembelajaran yang digunakan. Kemampuan guru
dalam menerapkan metode sangat berpengaruh pada minat siswa terhadap pelajaran
yang disampaikan di kelas. Hal yang dapat menarik minat siswa dalam pelaksanaan
pembelajaran guru adalah penggunaan media. Apabila guru melakukan pembelajaran
yang bersifat monoton, tidak menggunakan media akan mengurangi minat belajar
siswa, bahkan akan membuat siswa bosan sehingga tidak tertarik terhadap materi
pembelajaran yang diberikan oleh guru. Media dapat mempermudah bagi siswa dalam
memahami materi pelajaran.
5) Mengatasi keterbatasan pengalaman
belajar
Pengalaman belajar adalah
tindakan-tindakan yang dilakukan oleh siswa selama proses pembelajaran
berlangsung. Apabila guru melakukan pembelajaran tidak menggunakan media maka
pengalaman belajar siswa sangat terbatas yaitu siswa hanya mendengarkan dan
membaca, tidak ada kegiatan yang yang berbentuk kinerja. Media pembelajaran
akan memungkinkan pengalaman belajar menjadi kaya, tidak sebatas aktivitas di
kelas saja. Penggunaan media TIK dapat memunculkan beberapa pengalaman belajar
yang bersifat kinerja seperti mengamati, menganalisis, menemukan data, mengolah
data, menyimpulkan temuan data, melakukan aktivitas, dan sebagainya.
6) Memberikan pengalaman menyeluruh
Pengunaan media TIK dapat memberikan
pengalaman menyeluruh. Pengalaman belajar yang berupa pengetahuan, sikap dan
keterampilan dapat ditampilkan dalam satu kegiatan yang terintegrasi. Misalnya
dalam pelaksanaan pembelajaran IPS guru mendiskusikan tentang urbanisasi di
kota. Dalam kegiatan tersebut guru menayangkan film tentang kehidupan
masyarakat perkotaan. Guru dapat menanyakan pada siswa mengapa urbanisasi,
bagaimana mencegah terjadinya urbanisasi, bagaimana menanggulangi dampak
negatif urbanisasi bagi masyarakat perkotaan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut
harus dijawab oleh pengalaman belajar siswa yang bersifat menyeluruh. Mulai
dari siswa harus memiliki pengetahuan tentang urbanisasi, sikap apa yang harus
dilakukan dalam menanggulangi urbanisasi, hingga keterampilan-keterampilan yang
harus dilakukan dalam kehidupan masyarakat yang urban.
Perubahan Paradigma Pembelajaran
Pembelajaran telah mengalami
perkembangan dari teori yang behavioristik ke konstruktif. Ada beberapa
perbedaan penting dalam perubahan tersebut, yakni pertama definisi.
Dalam pandangan behaviorisme mendefinsikan bahwa pembelajaran terjadi ketika
perilaku atau perubahan perilaku diperoleh sebagai hasil dari jawaban
individual terhadap stimulus (rangsangan). Konstruktivisme mendefinisikan bahwa
pembelajaran adalah suatu proses di mana individu-individu mengkonstruksi
ide-ide atau konsep-konsep baru berdasarkan atas pengetahuan dan atau
pengalaman yang telah ada sebenarnya. Kedua prinsip-prinsip, menurut
behaviorisme pengaruh lingkungan eksternal memberi sumbangan terhadap
pembentukan perilaku individual. Lingkungan tampil sebagai penyebab yang
mengubah tingkah laku. Apakah perilaku terjadi lagi tergantung pada
akibat-akibat yang menyusul. Sedangkan menurut konstruktivisme bahwa
individu-individu mengkonstruksi pengetahuan dengan bekerja untuk memecahkan
masalah-masalah realistis, biasanya dengan kerjasama dengan yang lain.
Pembelajaran adalah suatu perubahan makna yang dikonstruksi dari pengalaman.
Tafsiran pengalaman individual atas pengalaman vs. representasi objektif
(perspektif proses informasi (Helius Sjamsuddin, 2008 : 269).
Perubahan paradigma pembelajaran
tersebut lebih menekankan pada individu sebagai subjek belajar, pada pandangan
behaviorisme lebih menekankan bahwa proses belajar terjadi pada individu
apabila ada rangsangan. Pandangan ini seolah-olah memberi kesan bahwa individu
bagaikan sebuah tabula rasa yang kosong, kemudian diisi ketika belajar melalui
rangsangan. Belajar lebih kepada transfer of knowledge. Belajar sebagai
aktivitas individu terjadi disebabkan oleh adanya faktor eksternal. Sedangkan
dalam pandangan konstruktivisme lebih menekanlan behwa belajar merupakan
aktivitas internal individu. Individu bukanlah bagai tabula rasa yang kosong,
tetapi ia sebelumnya telah memiliki pengetahuan dan pengalaman. Belajar adalah
suatu 13 proses mengkonstruksi berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang
telah dimilikinya. Informasi yang diterima dikonstruksi dalam kognisi individu.
Dengan demikian pembelajaran merupakan proses perubahan makna, belajar bukan
hanya sekedar transfer of knowledge. Belajar dalam pandangan
konstruktivisme haruslah bermakna. Ada tiga persyaratan belajar bermakna (Nana
Syaodih Sukmadinata, 1997 : 136) yaitu :
1.
Materi yang dipelajari harus dapat dihubungkan dengan struktur kognitif secara
beraturan karena adanya kesamaan isi.
2.
Siswa harus memiliki konsep yang sesuai dengan materi yang akan dipelajarinya.
3. Siswa harus mempunyai
kesamaan atau motif untuk menghubungkan konsep tersebut dengan struktur
kognitifnya.
Makna merupakan isi dari struktur
kognitif, yang terjadi karena materi memiliki yang memiliki kebermaknaan
potensial disatukan dengan struktur kognitif. Proses penyatuan tersebut
berbeda-beda dan dapat diletakkan dalam suatu hierarki dari yang bersifat
rpresensional sampai dengan belajar tingkat tinggi, perbuatan belajar kreatif.
Penggunaan TIK memiliki pengaruh yang
cukup besar terhadap perubahan paradigma belajar. Perubahan-perubahan terjadi
baik pada aspek keruangan, waktu, pelaku, media, materi, aktivitas belajar dan
lain-lain. Terjadi pergeseran tentang pengertian belajar. Menurut Rosenberg
(2001), dengan berkembangnya penggunaan TIK ada lima pergeseran dalam proses
pembelajaran yaitu: (1) dari pelatihan ke penampilan, (2) dari ruang kelas
ke di mana dan kapan saja, (3) dari kertas ke “on line” atau saluran, (4)
fasilitas fisik ke fasilitas jaringan kerja, (5) dari waktu siklus ke waktu
nyata. Komunikasi sebagai media pendidikan dilakukan dengan menggunakan
media-media komunikasi seperti telepon, komputer, internet, e-mail, dsb.
Interaksi antara guru dan siswa tidak hanya dilakukan melalui hubungan tatap
muka tetapi juga dilakukan 14 dengan
menggunakan media-media tersebut. Guru dapat memberikan layanan tanpa harus
berhadapan langsung dengan siswa. Demikian pula siswa dapat memperoleh
informasi dalam lingkup yang luas dari berbagai sumber melalui cyber space atau
ruang maya dengan menggunakan komputer atau internet. Hal yang paling mutakhir
adalah berkembangnya apa yang disebut “cyber teaching” atau pengajaran maya,
yaitu proses pengajaran yang dilakukan dengan menggunakan internet. Istilah
lain yang makin poluper saat ini ialah e-learning yaitu satu
model pembelajaran dengan menggunakan media teknologi komunikasi dan informasi
khususnya internet. Menurut Rosenberg (2001; 28), e-learning merupakan satu
penggunaan teknologi internet dalam penyampaian pembelajaran dalam jangkauan
luas yang belandaskan tiga kriteria yaitu: (1) e-learning merupakan jaringan
dengan kemampuan untuk memperbaharui, menyimpan, mendistribusi dan membagi
materi ajar atau informasi, (2) pengiriman sampai ke pengguna terakhir melalui
komputer dengan menggunakan teknologi internet yang standar, (3) memfokuskan
pada pandangan yang paling luas tentang pembelajaran di balik paradigma
pembelajaran tradisional. Saat ini e-learning telah berkembang dalam berbagai
model pembelajaran yang berbasis TIK seperti: CBT (Computer Based Training),
CBI (Computer Based Instruction), Distance Learning, Distance Education, CLE
(Cybernetic Learning Environment), Desktop Videoconferencing, ILS (Integrated
Learning Syatem), LCC (Learner-Cemterted Classroom), Teleconferencing, WBT
(Web-Based Training), dsb.
Sebagaimana telah dikemukakan oleh
pandangan konstruktivistik menjelaskan bahwa dalam proses belajar terjadi
kegiatan proses mengolah informasi. Secara psikologis terdapat perbedaan
individu dalam mengolah informasi. Ada siswa yang merasa mudah memproses
informasi yang berbentuk visual, sementara siswa lainnya merasa mudah bila ada
suara, dan ada pula sebagian siswa yang merasa mudah apabila sumber informasi
disajikan dalam bentuk teks (Anderson, 1981).
Pada dasarnya, pembelajaran
diselenggarakan dengan harapan agar siswa mampu menangkap/menerima, memproses,
menyimpan, serta mengeluarkan informasi yang telah diolahnya. Gardner (1983)
mengemukakan bahwa kemampuan memproses informasi itu dalam bentuk tujuh
kecerdasan, yaitu (1) logis-matematis, (2) spasial, (3) linguistik, (4)
kinestetik-keperagaan, (5) musik, (6) interpersonal, dan (7) intrapersonal.
Media TIK merupakan media yang dapat mengakomodir persyaratan-persyaratan
tersebut, misalnya komputer. Komputer mampu menyajikan informasi yang
dapat berbentuk video, audio, teks, grafik dan animasi (simulasi). Dengan
demikian penggunaan media TIK amat lah penting dalam pembelajaran IPS.
Berfikir Kritis Dan Pemecahan Masalah
Salah satu bentuk pembelajaran yang
bermakna adalah model pembelajaran berfikir kritis dan pemecahan masalah. Model
pembelajaran ini merupakan pendekatan pembelajaran inquri yaitu proses mencari
dan menemukan. Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa ciri penting dari
perubahan paradigma belajar adalah adanya aktivitas siswa yang melakukan
pencarian dan penemuan. Pencarian dan penemuan dapat dilakukan oleh siswa dalam
bentuk konstruksi pengetahuan dan pengalamannya. Konstruksi pengetahuan dan
pengalaman yang dilakukan oleh siswa harus didukung oleh media yang mampu
membantu siswa dalam memproses informasi yang diperolehnya. Media yang dapat
digunakan adalah teknologi informasi. Dengan cara seperti ini maka belajar akan
menjadi bermakna. Ada lima langkah yang dilakukan oleh siswa dalam
mengembangkan model pembelajaran berfikir kritis dan pemecahan masalah (William
W. Joyce, 1979 : 114) yaitu :
1.
Mengenal
dan mengidentifikasi masalah
2.
Mengembangkan
hipotesis
3.
Mengumpulkan
data
4.
Menganalisis
data
5.
Menarik
kesimpulan yang bersifat tentatif dan menguji kembali hipotesis.
Model berfikir kritis dan pemecahan
masalah merupakan model pembelajaran yang dapat diterapkan pada IPS Terpadu.
Penerapan pembelajaran ini penting dilaksanakan, karena masalah yang diangkat
dalam pembelajaran dapat berangkat dari tema. Masalah yang diangkat dalam tema
pembelajaran adalah sesuatu yang berangkat pengetahuan dan pengalaman yang
langsung dirasakan oleh siswa. Cara yang dilakukan dalam mengenal dan
mengidentifikasi masalah kepada siswa yaitu dapat ditugaskan untuk mencari
isu-isu kritis yang ada dalam kehidupan nyata. Untuk mencari isu-isu kritis
tersebut, guru dapat menugaskan kepada siswa dengan menonton televisi,
mendengarkan dari radio, mencari melalui internet, dan media lainnya. Dalam
pembelajaran IPS di SMP guru dapat mengambil contoh materi di Kelas 8 Semester
1 dengan Standar Kompetensi yaitu Memahami permasalahan sosial berkaitan dengan
pertumbuhan jumlah penduduk. Kompetensi dasar yang diambil misalnya
Mendeskripsikan permasalahan lingkungan hidup dan upaya penanggulangannya dalam
pembangunan berkelanjutan. Isu kritis yang dapat dikembangkan berdasarkan SK
dan KD tersebut yaitu masalah banjir. Banjir merupakan masalah yang berkaitan
dengan lingkungan hidup dan memiliki hubungan kehidupan penduduk. Siswa diminta
untuk menjelaskan mengapa banjir merupakan masalah ¿ masalah-masalah apa saja
yang berhubungan langsung dengan kehidupan penduduk yang berkaitan dengan
banjir ¿ siswa diminta untuk mengidentifikasi masalah-masalah tersebut.
Setelah siswa mengidentifikasi
masalah, langkah berikutnya adalah mengembangkan hipótesis. Secara teoretis
hipótesis adalah jawaban sementara terhadap masalah. Hipótesis dikembangkan biasanya berdasarkan data yang
diperoleh. Data tersebut dapat berupa hasil pengalaman dan pengamatan siswa
terhadap masalah yang ia identifikasi. Mengembangkan hipótesis merupakan
berpikir yang bersifat konsep, ada proses konstruksi pengetahuan dan pengalaman
yang ada pada siswa dengan kenyataan yang ia terima.
Hipótesis yang baik harus didasarkan pada
alasan-alasan yang bersifat rasional. Beberapa hipótesis yang dapat dirumuskan
berkaitan dengan banjir misalnya pertama terjadinya banjir memiliki
hubungan yang erat dengan gaya hidup masyarakat, kedua, ada hubungan
yang signikan antara terjadinya banjir terjadinya banjir dengan kepadatan penduduk,
ketiga ada hubungan yang signifikan antara penyebab banjir dengan
perilaku masyarakat terhadap lingkungan hidup. Hipótesis-hipotesis tersebut
perlu dibuktikan dan diuji kebenarannya. Untuk menguji hipótesis maka langkah
berikutnya yang harus dilakukan hádala pengumpulan data. TIK dapat dijadikan
sebagai sumber untuk mencari data. Data yang dicari harus lah data yang
berkenaan dengan tema pembahasan, misalnya masalah banjir. Jenis data yang
dikumpulkan dapat berupa dokumen tertulis, data lisan melalui wawancara,
pengamatan langsung pada kehidupan nyata. Berbagai jenis sumber data dapat
diperoleh melalui penggunaan TIK, misalnya dokumen tertulis dapat dicari
melalui Internet. Misalnya data tentang jumlah penduduk, peta wilayah yang
menunjukkan daerah rawan banjir, dan data lainnya. Data lisan dapat pula dicari
melalui televisi wawancara yang dilakukan oleh media elektronik terhadap
masyarakat yang terkena musibah banjir.
Sedangkan data mengenai pengamatan langsung
terhadap perilaku masyarakat yang terkena banjir dapat dilihat melalui televisi
dan Internet khusus pada website yang menampilkan gambar. Setelah data
dikumpulkan maka langkah berikutnya adalah menganalisis data. Ada beberapa
keterampilan yang harus dilakukan dalam menganalisis data yaitu :
1.
Mengevaluasi sumber-sumber informasi.
2.
Membedakan antara falta dan opini.
3.
Membedakan antara sumber primer dan sumber sekunder
4.
membedakan antara fakta dan pernyataan
5. Mengidentifikasi informasi
yang relevan dan tidak relevan.
Analisis data pada dasarnya kegiatan
melakukan seleksi, menguji akurasi data, dan memilah-milah mana data yang
berkaitan dengan tema pembahasan materi. Hasil nalisis data ini akan menguji
terhadap hipótesis. Misalkan betulkah karena penduduk yang padat dapat
menyebabkan banjir ¿. Untuk menguji hipótesis ini, siswa dapat mencari daerah
yang padat penduduknya dan daerah yang tidak padat penduduknya kemudian
melakukan perbandingan genoma banjir yang terjadi di kedua daerah tersebut.
Bisa saja hipótesis tersebut ditolak, ternyata berdasarkan data yang ditemukan
daerah banjir tidak banyak terjadi daerah yang padat penduduknya, bahkan banjir
sering terjadi di daerah yang kurang padat penduduknya. Banjir banyak terjadi
disebabkan oleh perilaku tak bersahabat manusia terhadap alam. Misalnya tidak
memelihara kebersihan sungai, membuang sampah sembarangan, melakukan penebangan
pon yang tidak terkendali sehingga bukit menjadi gersang, dan sebagainya.
Sumber-sumber informasi tersebut dapat dicari melalui sumber TIK.
BAB III
KESIMPULAN
Konsep IPS pada dasarnya merupakan
statu konsep keterpaduan, sebab IPS hakekatnya merupakan kajian yang diambil
dari berbagai disiplin ilmu yang bertujuan agar siswa dapat menjadi warga
negara yang baik dan memiliki tanggung jawab dan dapat memiliki kemampuan untuk
mengambil keuputusan bagi dirinya. Implikasi dari sebuah kajian, maka
pendekatan materi yang tepat dalam pembelajaran IPS ádalah dengan mengembangkan
tema. Tema tersebut kemudian dikaji dengan berbagai disiplin ilmu yang relevan.
Pengembangan pembelajaran IPS Terpadu yang berbasis TIK sangatlah televan. Hal
ini dikarenakan, untuk mengembangakan tema dalam pembelajaran IPS membutuh
media dan sumber relajar yang kaya. Penggunaan TIK dapat memperkaya sumber
informasi dari tema yang dikembangkan dalam pembelajaran.Berbagai bentuk
informasi dapat diperoleh melalui penggunaan TIK baik informasi yang bersifat
tertulis atau dokumen, sumber lisan, dan hasil kinerja yang nampak yang dapat
dilihat melalui visualisasi yang dilakukan melalui media TIK. Penggunaan TIK
secara lebih jauh akan mengubah beberapa paradigma dalam pembelajaran IPS
Terpadu, baik berupa materi, metode pembelajaran, aktivitas relajar, dan
sebagainya.
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !