Headlines News :

PROFIL

Ujang Murana Wiajya, 23 Juli 1990
Home » » PEMIKIRAN POLITIK 1945-1965

PEMIKIRAN POLITIK 1945-1965

Written By Unknown on Saturday, June 21, 2014 | 1:50 AM

Tanggapan terhadap pernyataan Herbert Feith dalam buku “Pemikiran Politik Indonesia 1945-1965”
kebetulan kemarin dapet tugas dari dosen ilmu politik buat ngasih tanggapan mengenai pernyataan Herbert Feith dalam buku “Pemikiran Politik Indonesia 1945-1965
             Pada priode 1945-1965 dalam buku “Pemikiran Politik Indonesia 1945-1965” di jelaskan bahwa sang penulis, Herbert Feith dan Lance Castles mengklasifikasikan aliran pemikiran partai politik menjadi lima aliran, yakni: Nasionalisme Radikal, Tradisionalisme Jawa, Islam, Sosialisme Demokratis dan Komunisme.
            Kemudian penulis menjelaskan bahwa pada awal kemerdekaan, orang Indonesia umumnya berpendapat bahwa hanya ada tiga aliran politik, yaitu Nasionalisme, Islam dan Marxisme yang menjadi tiga rumpun ideologi utama yang menaungi seluruh organisasi politik yang ada di Indonesia. Pengelompokan partai berdasarkan tiga aliran politik diatas, adalah, Partai agama atau yang disebut Islam diatas tadi, mencakup partai Protestan, partai Katolik serta partai Islam itu sendiri. Kemudian, partai-partai Marxis dalam kategori ini mencakup Partai Komunis Indonesia (PKI), Partai Sosialis Indonesia (PSI) yang mewakili tradisi sosialisme demokratis, serta Partai Murba. Kelompok partai nasionalis mencakup PNI yang nasionalis-radikal dan Partai Indonesia Raya (PIR). Namun, setelah terbentuk koalisi dan status resmi pada ketiga golongan tersebut yaitu NASAKOM (Nasionalis, Agama dan Komunis), mengimplikasikan bahwa masih ada pengelompokan keempat, yaitu partai yang selain dari tiga pengelompokan tadi, seperti Masyumi dan PSI (Partai Sosialis Indonesia) yang termasuk partai-partai terlarang karena menentang ide Demokrasi Terpimpin. Selain alasan menentang Demokrasi Terpimpin, Masyumi tergolong partai-partai terlarang karena menolak berkerjasama dengan PKI dan menentang keras Komunis karena berideologi Islam sehingga menolak adanya NASAKOM.
            Tetapi tidak dapat disangkal bahwa keempat partai yang secara ideologi jelas-jelas menonjol yaitu partai PNI, PKI, Masyumi dan NU, sebagai partai terbesar sewaktu Pemilihan Umum pada tahun 1955, hal ini dapat ditunjukkan dengan banyaknya suara yang di dapat melebihi partai-partai lain mana pun, oleh karenanya mengakibatkan banyak orang beranggapan bahwa ideologi Indonesia terbagi menjadi empat. Akhirnya, terdapat dua aliran pemikiran yang terpenting, yaitu Tradisionalisme Jawa dan Sosialisme Demokratis, yang tidak terlalu terpancar dalam salah satu dari keempat partai utama tersebut, meskipun masing masing masih mendapat pengaruh dari aliran pemikiran politik Tradisionalis Jawa dan Sosialisme Demokratis. Dari penjelasan ini dapat dilihat alasan mengapa penulis menyatakan bahwa terdapat lima aliran pemikiran, tidak seperti apa yang di katakan oleh Soekarno pada 1926. Berikut adalah kelima aliran pemikiran dan penjelasnnya:
1.    Komunisme
Komunis mengambil konsep-konsep langsung maupun tidak langsung dari Barat, sekalipun mereka menggunakan himbauan-himbauan abangan tradisional dan yang sejenis. Yang di maksud abangan tradisional disini di ambil dari teori Greetz mengenai stratifikasi sosial berdasarkan kepercayaan yang ada pada masyarakat jawa. Oleh karena itu dapat disimpulkan pula bahwa setiap aliran bersinggungan dengan aliran lainnya, hal ini dapat di lihat bahwa komunisme masih bersinggungan dengan aliran pemikiran Tradisonalis Jawa walaupun hanya sedikit, dan sangatlah bersebrangan dengan aliran pemikiran Islam. Hal ini dapat dilihat dari bagan yang di buat penulis dalam bukunya. Aliran ini muncul dalam Partai Komunis Indonesia (PKI).
2.    Sosialisme Demokratis
            Aliran Sosialis Demokratis juga mengambil inspirasi dari pemikiran barat tetapi aliran ini kurang berhasil dalam usaha menempatkan diri di kalangan massa. Walaupun kurang suara dalam pemilihan umum tetap saja tidak dapat dipungkiri bahwa Sosialisme Demokratis juga andil besar dalam pembentukan partai-partai yang beraliran lain, karena dapat mempengaruhi pemimpin partai tersebut terutama partai Masyumi dan PNI. Aliran ini muncul dalam Partai Sosialis Indonesia (PSI).
3.    Islam
            Aliran pemikiran Islam terbagi menjadi dua kelompok yang bertentangan yaitu Masyumi yang merupakan kelompok reformis yang aktif berpolitik yang mencakup aliran modernis maupun fundamentalis,  hal ini dapat dilihat dari bagan yang dibuat oleh penulis bahwa masyumi lebih terpengaruh dengan aliran pemikiran Sosialis demokratis, sedangkan Nahdatul Ulama (NU) merupakan kelompok yang  Tradisional dan konservatif (dan bersifat lebih Jawa), oleh karena itu dapat dilihat dari bagan bahwa Nahdatul Ulama lebih terpengaruh dengan aliran pemikiran politik Tradisionalisme Jawa.

4.     Nasionalisme Radikal
            aliran yang muncul sebagai respon terhadap kolonialisme, dari bagan yang di buat oleh penulis dapat dilihat bahwa aliran Nasionalisme Radikal lah yang mencakup kepada semua aliran baik Komunisme, Tradisionalisme Jawa, Sosialisme Demokrat dan Islam. Nasionalisme Radikal memiliki faktor yang dapat digunakan sebagai pemersatu rakyat dengan alasan aliran tersebut secara tidak langsung telah terikat dengan masing-masing aliran dan tidak memiliki aliran yang bersebrangan, seperti yang terdapat pada aliran komunis dan aliran Islam. Aliran ini berpusat pada Partai nasionalis Indonesia (PNI).
5.    Tradisionalisme Jawa
            Penganut tradisi-tradisi Jawa. Pemunculan aliran ini agak kontroversial karena aliran ini tidak muncul sebagai kekuatan politik formal yang kongkret, melainkan sangat mempengaruhi cara pandang para pemimpin-pemimpin partai yang menganut aliran lain. Memang benar tidak ada satu pun organisasi massa yang muncul untuk mendukung ide-ide ini. Hanya organisasi PIR (Partai Indonesia Raya), yang paling dekat mencerminkan ide-ide dari aliran Tradisional Jawa.

Berdasarkan apa yang telah di jelaskan diatas dapat dipahami, sisi mana yang menjadi kekurangan Herbert Feith dalam membahas aliran pemikiran politik di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari cara Herbert Feith membagi aliran pemikiran politik, ia tidak menyinggung aliran yang berasal dari partai-partai lainnya, walaupun partai-partai lain selain empat partai diatas merupakan partai-partai kecil tapi partai tersebut pasti tidak semuanya memiliki aliran pemikiran politik yang sama dengan keempat partai besar tersebut. Bagaimana dengan partai non Islam, apakah sama antara aliran pemikiran politik Islam dengan agama lainnya? Tentu saja tidak. Penulis tidak menyinggung hal tersebut jika dilihat secara lebih rinci dalam aliran pemikiran politik Islam saja masih terdapat dua pengelompokan padahal sama-sama berbasis Islam. Dan penulis juga tidak menyinggung partai yang bersifat kesukuan, ia hanya menitik beratkan pada Jawa saja, padahal masih ada partai-partai yang berasal dari suku lain, seperti sunda.
            Pada jaman sekarang ini aliran pemikiran partai politik menurut Herbert telah ada beberapa perubahan, dua atau tiga diantaranya lenyap atau menjadi marjinal dalam wacana politik yang penting. Dengan adanya penumpasan PKI pada tahun 1966, maka pemikiran Komunis pada umumnya telah menghilang dari pembicaraan politik publik terutama pada jaman Orde Baru yang merupakan hal tabu untuk di bicarakan pada masa kepemimpinan presiden Soeharto tersebut. Namun, pemikiran tersebut masih terus diungkapkan oleh berbagai penerbit asing, itupun hanya membahas mengenai represi yang dialami oleh sisa-sisa PKI di Indonesia.
Tidak hanya Komunisme, Nasionalisme Radikal pun telah surut masa kejayaannya. Hal ini disebabkan karena adanya paksaan dari luar, sejumlah besar aktivis PNI sayap kiri yang telah ditumpas dari kehidupan masyarakat. Meskipun demikian, masih banyak pemikiran-pemikiran pokok Nasionalisme Radikal yang tetap bertahan dalam masyarakat. Rumusan anti-Imperialisme dan anti-ketergantungan menjadi populer sekali semenjak adanya aliran pemikiran politik Nasionalis Radikal terutama di kalangan mahasiswa anti-pemerintah. Biasanya aliran pemikiran politik Nasioalisme Radikal dikaitkan dan melekat pada masa kekuasaan presiden Soekarno dalam memimpin Indonesia.
            Aliran yang menunjukkan kesinambungan dan tak pernah lenyap ideologinya hingga sekarang ini adalah aliran pemikiran politik Islam, Namun tetap ada perbedaan aliran pemikiran politik Islam pada 1945-1965 dengan saat ini, yaitu timbulnya tema-tema baru dari kalangan Nahdatul Ulama (NU). Tema-tema tersebut adalah sifat progresif dan keterbukaan sosial Abdurrahman Wahid serta komentar politik yang tajam dan kocak dari Mahbub Djunaidi. Dengan terpilihnya Abdurrahman Wahid menjadi ketua pengurus besar pada tahun 1984, NU dapat dikatakan telah memperoleh wajah Islam yang modern.
            Dua aliran terakhir, Tradisionalisme Jawa dan Sosialisme demokratis, tidaklah lenyap dalam suatru aliran pemikiran politik tapi hanya terdapat beberapa modifikasi. Seperti Sosialisme Demokrat yang menciptakan unsur developmentalis yang erat kaitannya dengan pengertian –pengertian professional dan teknokratis tentang pembangunan ekonomi dan ketidak senangannya terhadap populisme, komunisme dan fanatisme agama, melalui unsur developmentalis tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa karennya mengakibatkan aliran pemikiran politik yang lebih menekankan pada pembangunan ekonomi dan kesejahteraan sosial. Sedangkan pada aliran pemikiran politik yang terakhir, yaitu Tradisionalisme Jawa lebih ke unsur integralis, dalam hal apapun orang-orang yang memahami aliran pemikiran politik Tradisional Jawa tetap saja berpegang teguh dengan kejawaannya.


Share this article :

0 comments:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Recent Post

Mampir Dulu
 
Support : Creating Website | UJANG MURNA WIJAYA Template | AA UJANG
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Ujang Murana Wijaya - All Rights Reserved
Template Design by CREATIVE Published by JAMUR