Headlines News :

PROFIL

Ujang Murana Wiajya, 23 Juli 1990
Home » » HAKIKAT DAN PENGERTIAN PERILAKU POLITIK

HAKIKAT DAN PENGERTIAN PERILAKU POLITIK

Written By Unknown on Thursday, March 26, 2015 | 3:38 AM



BAB I
HAKIKAT DAN PENGERTIAN PERILAKU POLITIK

A.      Pengertian  Perilaku Politik
Perilaku politik dapat dirumuskan sebagai kegiatan yang berkenaan dengan proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik. Interaksi  antara pemnerintah dan masyarakat, antar lembaga pemerintah dan antar kelompokdan individu dalam masyarakat dalam rangka proses pembuatan, pelaksanaan dan penegakkan keputusan politik pada dasarnya merupakan perilaku politik. Sejalan dengan pengertian politik, perilaku politik berkenaan dengan tujuan suatu masyarakat, kebijakan untuk mencapai suatu tujuan, serta sitem kekuasaan yang memungkinkan adanya suatu  otoritas untuk mengatur   kehidupan masyarakat kearah pencapaian tujuan tersebut.
Perilaku politik dapat dijumpai dalam berbagai bentuk. Dalam suatu Negara misalnya, ada fihak yang memerintah dan ada fihak yang diperintah. Terhadap kebijakan pemerintah yang di keluarkan pemerintah ada yang setuju dan ada yang kurang setuju. Perilaku politik tidaklah merupakan sesuatu yang berdiri sendiri tetapi mengandung keterkaitan dengan hal-hal lain. Perilaku politik yang ditunjukkan oleh individu merupakan hasil poengaruh beberapa factor, baik factor internal maupun factor eksternal, yang menyangkut lingkungan alam lingkungan social budaya.
Berkaitan dengan perilaku politik, satu hal yang perlu dibahas adalah apa yang disebut sikap politik. Walaupun antara sikap dan perilaku terdapat kaitan yang sangat erat , keduanya perlu dibedakan. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap obyek lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap obyek tersebut. Sikap mengandung tiga komponen yaitu kognisi, afeksi dan konasi. Kognisi berkenaan dengan ide, afeksi menyangkut kehidupan emosional, sedangkan konasi merupakan kecenderungan bertingkah laku.
Dengan munculnya sikap politik tertentu akan dapat diperkirakan perilaku politik apa yang sekiranya akan muncul. Ketidaksetujuan terhadap kebijakan  pemerintah merupakan suatu sikap politik. Dengan adanya ketidaksetujuan tersebut perilaku yang  diperkirakan muncul adalah peninjauan pernyataan keberatan, protes atau unjuk rasa. Walaupun dalam kenyataannya bisa saja perilaku itu tidak muncul, akan tetapi sekurang-kurangnya ada kecenderungan untuk itu.
Disamping perilaku politik, ada istilah lain yang hamper memiliki arti yang sama yaitu partisipasi politik. Partisipasi politik adalah keikutsertaan warga Negara biasa dalam menentukan segala keputusan yang menyangkut atau mempengaruhi kehidupannya.kegiatan yang termasuk dalam pengertian partisipasi politik mencakup hal-hal sebagai berikut :
1.      Partisipasi politik terwujud sebagai kegiatan atau perilaku luar individu warga Negara biasa yang dapat diamati dan bukan berupa sikap dan orientasi.
2.      Kegiatan itu diarahkan untuk  mempengaruhi pemerintah selaku pembuat dan pelaksana keputusan politik.
3.      Kegiatan yang berhasil maupun yang  gagal dalam mempengaruhi keputusan politik pemerintah termasuk dalam partisipasi politik.
4.      Kegiatan mempengaruhi politik pemerintah dapat dilakukan secara langsung tanpa melalui perantara dan secra tidak langsung
5.      Kegiatan mempengaruhi pemerintah dapat dilakukan melalui prosedur yang wajar tanpa kekerasan, dan dengan cara-cara yang tidak wajar
6.      Kegiatan individu untuk mempengaruhi pemerintah ada yang dilakukan atas dasar kesadaran sendiri dan atas desakan atau paksaan dari pihal lain
Dilihat dari kegiatannya, partisipasi politik dapat dibedakan menjadi partisipasi politik aktif dan partisipasi politik pasif. Partisipasi aktif dapat dilakukan melalui pengajuan alternative mengenai kebijakan umum, mengajukan kritik, mengajukan petisi, membayar pajak dan sebagainya. Partisipasi politik pasif ditunjukkan melalui kegiatan yang mencerminkan ketaatan dan penerimaan atas hal-hal yang telah  menjadi keputusan pemerintah.
            Partisipasi politik juga dapat digolongkan sesuai tingkatannya, yaitu apatis,  spectator, dan gladiator. Apatis artinya tidak menaruh perhatian sama sekali pada kegiatan politik dan bersikap masa bodoh. Spectator berarti bahwa orang yang  bersangkutan setidak-tidaknya ikut menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan ulum. Gladiator adalah tingkatan partisipasi politik sampai pada keikutsertaan secara aktif dalam proses politik.
            Partisipasi politik dapat pula digolongkan sesuai dengan jumlah pelaku yang terlibat didalamnya. Atas dasar itu , partisipasi politik dapat digolongkan kedalam partisipasi individual dan partisipasi kolektif. Partisipasi individual adalah partisipasi yang dilakukan secara perorangan, sedangkan partisipasi kolektif adalah kegiatan warga Negara Negara secara serempak untuk mempengaruhi penguasa, seperti kegiatan dalam pemilihan umum.
            Penggolongan yang lain mengenai partisipasi politik  berdasar pada tinggi rendahnya kesadaran politik dan kepercayaan kepada pemerintah atau suatu system politik. Atas dasar itu partisipasi politik dapat dibedakan menjadi partisipasi yang aktif, partisipasi yang pasif (apatis), partisipasi militant radikal, dan partisifasi yang tidak aktif akan timbul apabila masyarakat memiliki tingkat kesadarn politik yang tinggi dan percaya pada sistem yang  ada.

B.   Ruang Lingkup
Kajian perilaku politik dapat dilakukan dengan menggunakan tiga unit dasar analisis, yaitu:
a.       Individu sebagai aktor politik
Tipe aktor politik yang lebih memiliki pengaruh dalam proses politik  adalah pimpinan politik dan pemerintahan.oleh karena itu, tipe pemimpin politik dan pemerintahan akan sangat mempengaruhi suasana kehidupan politik.
b.      Agregasi politik
Adalah kelompok individu yang tergabung dalam suatu organisasi seperti partai politik, kelompok kepentingan, birokrasi dan lembaga-lembaga pemerintahan.
c.       Tipologi kepribadian politik
Adalah tipe-tipe kepribadian pemimpin seperti pemimpin otoriter, pemimpin demokratis, dan leissfeir.
Adapun lembaga-lembaga politik pemerintahan (suprastruktur politik) terdiri dari lembaga-lembaga yang menjalankan tugas legislatif, eksekutif dan yudikatif , Sedangkan lembaga politik kemasyarakatan (infrastruktur politik ) merupakan lembaga yang bersangkut paut dengan pengelompokkan warga Negara atau anggota masyarakat kedalam berbagai macam golongan yang biasa disebut sebagai kekuatan social politik dalam system masyarakat.

C.      Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku politik
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku politik aktoir politik adalah sebagai  berikut :
a.       Lingkungan social politik tak langsung seperti system politik,  system ekonomi, system budaya dan media massa
b.      Lingkungan social politik langsung yang mempengaruhi dan membentuk kepribadian actor politik seperti keluarga, agama, sekolah dan kelompok pergaulan
c.       Struktur kepribadian yang tercermin dalam sikap individu
d.      Faktor sosial politik langsung yang berupa situasi, yaitu keadaan yang mempengaruhi  actor secara langsung ketika akan melakukan kegiatan seperti cuaca, keadaan keluarga, kehadiran seseorang, keadaan ruang, susunan kelompok dan ancaman dengan segala bentuknya.
Keempat  faktor ini saling mempengaruhi aktor politik dalam kegiatan dan perilaku politiknya baik langsung maupun tidak langsung. Dengan demikian, perilaku politik seseorang tidak hanya didasarkan pada pertimbangan politik saja, tetapi juga disebabkan banyak factor yang mempengaruhi.
            Status sosial berarti kedudukan seseorang dalam kelompoknya yang disebabkan baik oleh tingkat pendidikan maupun oleh pekerjaan. Tingkat status sosial yang tinggi memungkinkan perilaku politik yang lebih berkualitas daripada seseorang yang berada dalam status sosila dibawahnya. Status social ekonomi ialah kedudukan seorang warga Negara dalam pelapisan sosial yang disebabkan oleh pemilikan kekayaan. Dengan status sosial ekonomi  yang tinggi diperkirakan seseorang akan memilki tingkat pengetahuan politik, minat dan perhatian pada politik, serta sikap dan kepercayaan yang tinggi pada pemerintah.
            Karakteristik pribadi seseorang yang memiliki pengaruh dalam partisipasi politik  warga Negara. Kepribadian yang terbuka, sosiabel, ekstrovert ( lebih suka memikirkan orang lain) cenderung melakukan kegiatan politik dibandingkan kepribadian yang introvert. Kepribadiaan yang terbuka memungkinkan seseorang menerima informasi dan perangsang-perangsang politik dari lingkungannya. Dengan demikian factor karakteristik pribadi seseorang berpengaruhterhadap perilaku politiknya.
            Terbentuknya perilaku politik masyarakat merupakan hasil akumulasi dari faktor-faktor secara integral. Munculnya perilaku politik paternalistis atau “bapakisme” dalam aktivitas politik tidak dapat hanya dijelaskan dengan alas an structural seperti system politik, mekanisme birokrasi, dan konteks konstitusui saja. Hal itu hendaknya dilakukan melalui pendekatan budaya politik dan dengan analisis berbagai konsep dari disiplin ilmu social lain.
            Sejarah perpolitikan di Indonesia telah mkenjelaskan banyak hal, system politik, proses politik, sepanjang sejarah perpolitikan di Indonesia.lembaga-lembaga politik, pertentangan berbagai pemikiran politik dan instabilitas politik telah terjadi sepanjang sejarah perpolitikan di Indonesia. Hal-hal itu telah mempengaruhi perilaku politik masyarakat.
            Kemajuan budaya di Indonesia mempengaruhi budaya budi bangsa. Dari beragamnya budaya daerah yang memiliki fungsi, sifat dan kekhasan masing-masing telah memunculkan sub-sub budaya politik Indonesia. Hal itu tentu berimplikasi pada terciptanya sebuah bentuk perilaku politik. Perkembangan budaya politik nasional dibentuk oleh dukungan dari pemikiran dan tingkah laku politik dan interaksi antar budaya politik.
            Perilaku politik masyarakat, selain dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut juga dipengaruhi oleh agama dan keyakinan. Agama telah memberikan nilai-nilai etika dan moral politik yang memberikan pengaruh bagi masyarakat dalam perilaku politiknya. Keyakinan dan agama papun merupakan pedoman dan acuan yang penuh dengan norma-norma dan kaidah-kaidah yang dapat mendorong dan mengarahkan perilaku politik sesuai dengan agama dan keyakinannya. Proses prtoses politik dan partisipasi warga negara paling tidak dipengaruhi oleh tinggi rendahnya pemahaman agama seseorang.
            Pandangan hidup merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perilaku masyarakat dalam tingkah laku politiknya. Sebagai cirri khas bagi bangsa Indonesia, kepribadian kolektif itu dilembagakan dalam bentuk formal dengan wujud nilai-nilai pancasila.disamping kedudukannya secara ideologis telah mapan, secara politis nilai-nilai tersebut telah disepakati sebagai acuan dasar perilaku politik di Indonesia. Di sisi lain secara psikologis nilai-nilai pancasila merupakan kekuatan moral dalam melakukan kegiatan politik di Indonesia.
            Tingkat pendidikan memiliki peran penting dalam meningkatkan kesadaran politik .makin tinggi pendidikan masyarakat menjadi makin tinggi kesadaran politiknya. Demikian sebaliknya, makin rendah tingkat pendidikannya, makin rendah pula tingkat kesadaran politiknya.

D.      Konsep Dasar
Ada dua aliran / faham yang sangat berpengaruh  dalam ilmu politik, yakni :
1.      Paham kelembagaan
Paham kelembagaan menempatkan peran lembaga-lembaga politik pada posisi yang lebih penting  daripada individu-individu actor politik. Menurut paham ini lembaga-lembaga politik melakukan kegiatan sesuai dengan fungsinya masing-masing, sedangkan individu yang ada dalam lembaga itu hanya menjadi pelaksana semata-mata. Menurut paham ini, lembaga-lembaga politik mewujudkan tujuan filosofis dalam praktek pemerintahan. Lembaga-lembaga itu menertibkan kehidupan social dengan cara-cara politik, dan dengan tindakan semacam itu mereka mempengaruhi politik.
2.      Paham behavioral , konsep pokok paham ini adalah :
·         Tingkah laku politik memperlihatkan  keteraturan yang dapat dirumuskan dalam generalisasi-generalisasi
·         Generalisasi-generalisasi itu pada asasnya harus dapat dibuktikan kebenarannya dengan menunjuk pada tingkah laku yang relevan.
·         Untuk pengumpulan dan penafsiran data diperlukan teknik penelitian yang cermat
·         Untuk mencapai kecermatan dalam penelitian diperlukan teknik penelitian yang cermat
·         Dalam membuat analisis politik, nilai-nilai pribadi peneliti sedapat-dapatnya mungkin tidak main peranan (value-free)
·         Penelitian politik mempunyai sikap terbuka terhadap konsep-konsep, teori-teori dan ilmu-ilmu social lainnya.
Dari uraian demikian, paham kelembagaan mendapatkan predikat sebagai paham tradisional sedangkan paham behavioral dikatakan sebagai paham yang modern.


















BAB II
BUDAYA POLITIK

A.    Pengertian Budaya Politik
Almond  dan Verba mengartikan kebudayaan politik suatu bangsa vsebagai didtribusi pola-pola orientasi khusus menuju tujuan politik diantara masyarakat bangsa itu. Tidak lain adalah pola tingkah laku individu yang berkaitan dengan kehidupan politik yang dihayati oleh para anggota suatu system politik.
Setiap masyarakat dari suatu Negara memiliki budaya politik. Demikian pula individu-individu yang hidup di tengah-tengah masyarakat yang senantiasa memiliki orientasi, persepsi terhadap system politiknya. Hal itu terjadi dalam masyarakat modern dan masyarakat tradisional., bahkan masyarakat primitive sekalipun. Secara umum dapatlah dikatakan bahwa dalam kaitan dengan budaya politik, individu-individu dalam masyarakat itu menilai tempat dan perannya didalam system politik. Pengertian budaya politik seperti itu menggerakkan pemahaman pada perpaduan antara dua tingkat orientasi politik, yaitu system dan individu.
Selanjutnya Almond dan Verba melihat bahwa dalam pandangan tentang obyek politik terdapat tiga komponen. Komponen pertama adalah komponen kognitif, yaitu komponen yang menyangkut pengetahuan tentang politik dan kepercayaan terhadap politik, peranan dan segala kewajibannya. Komponen kedua adalah orientasi afektif yakni perasaan terhadap system politik, peranannya, para actor, dan penampilannya. Sementara itu, komponen ketiga adalah orientasi evaluative, yakni keputusan dan praduga tentang obyek-obyek politik yang secara tipikal melibatkan kombinasi standar nilai dan criteria dengan informasi dan perasaan.
Terdapat  salah satu factor yang memiliki arti penting pada pandangan terhadap suatu system politik, yaitu perasaan percaya (trust) dan pemehaman (hostility). Perasaan itu dalam realitas social berwujud dalam kerjasama dan konflik yang merupakan dua bentuk kualitas politik.
Rasa percaya mendorong kelompok masyarakat untuk bekerjasama dengan kelompok lain. Sebaliknya kelompok yang bermasalah dengan kelompok lain memungkinkan timbulnya konflik-konflik.Selanjutnya dapat dinyatakan bahwa budaya politik suatu masyarakat dengan sendirinya berkembang dalam dan dipengaruhi  oleh kompleks nilai yang ada dalam masyarakat tersebut.
B.     Tipe-tipe Budaya Politik
Berdasarkan sikap, nilai-nilai, informasi dan kecakapan politik yang dimiliki, orientasi warga Negara terhadap kehidupan politik dan pemerintahan negaranya dapat digolongkan kedalam kebudayaan politiknya. Suatu model budaya politik tertentu tak dapat dihubungkan secara kaku dengan system politik, apalagi hal itu menyangkut budaya politik yang lingkupnya luas, terutama bila subkultur juga disertakan. Adapun objek-objek politik orientasi politik tersebut meliputi keterlibatan seseorang terhadap :
a.       System politik secara keseluruhan
Hal itu meliputi intensitas pengetahuan, ungkapan perasaan yang ditandai dengan orientasi terhadap sejarah, ukuran lingkup lokasi, interaksi kekuasaan, karakteristik kjonstitusional Negara, atau system politiknya.
b.      Proses masukan
Proses ini meliputi intensitas pengetahuan dan perbuatan tentang proses penyaluran segala tuntutan yang diajukan atau diorganisasi oleh masyarakat.
c.       Diri sendiri
Objek meliputi intensitas pengetahuan dan frekuensi perbuatan seseorang dalam mengambil peranan dalam system politik

C.    Budaya Politik Parokial
Budaya politik parokial biasanya terdapat dalam system politik tradisional dan sederhana , dengan cirri khas spesialisasi masih sangat kecil, sehingga pelaku-pelaku politik belumlah memiliki pengkhususan tugas. Tetapi peranan yang satu dilakukan  bersamaan dengan peranan yang lain seperti aktivitas dan peranan pelaku politik dilakukan bersamaan dengan perannya baik dalam bidang ekonomi, social maupun keagamaan.
Disebabkan system politik yang relative sederhana dan terbatasnya areal wilayah dan diferensisasinya, tidak terdapat peranan politik yang bersifat khas dan berdiri sendiri-sendiri. Masyarakat secara umum tidak menaruh minat begitu besar terhadap objek politik yang luas, tetapi hanya dalam batas tertentu, yakni keterikatan pada objek yang relative sempit seperti keterikatan pada profesi.



D.    Budaya Politik Subjek
Tipe kedua dari budaya politik warga Negara adalah budaya politk subjek. Tipe ini memiliki   frekuensi yang tinggi terhadap system politiknya, yang perhatian dan frekuensi orientasi terhadap aspek masukan dan partisipasinya dalam aspek keluaran sangat rendah.hal itu berarti bahwa  masyarakat dengan tipe budaya subjek menyadari telah adeanya otoritas pemerintah.
Orientasi budaya subyek yang murni sering terwujud dalam masyarakat yang tidak terdapat struktur masukan yang diferensiasi. Demikian pula dalam budaya subjek orientasi dalam system politik lebih bersifat normative dan afektif daripada kognitif. Oleh karena itu, dapat difahami bila mereka memiliki sikap yang demikian.

E.     Budaya Politik Partisipan
Masyarakat dengan budaya politik partisipasi, memiliki orientasi politik yang secara eksplisit ditujukan kepada system secara keseluruhan, bahkan terhadap struktur, proses politik dan administratif. Klasifikasi tersebut bukanlah klasifikasi akhir, tetapi justru merupakan awal klasifikasi kebudayaan politik itu sendiri. Klasifikasi itu tidaklah harus disimpulkan bahwa orientasi yang satu akan menggantikan orientasi yang lain.
Demikian pula dengan kebudayaan partisipatif, ia tidak lantas menggantikan subjek dan pola-pola parokial. Dengan demikian, warga Negara dengan budaya partisipatif, tidak   sebagai subjek dihadapan hukum partisipasi aktif diorientasikan terhadap partisipasi aktif dalam politik tetapi juga terhadap partisipasi aktif sebagai subjek dihadapan hokum dan kekuasaan yang sekaligus juga merupakan anggota-anggota kelompok utama yang bervariasi.
Berdasarkan klasifikasi parokial, subjek dan partisipan, Almond membuat tiga model tentang  kebudayaan politik atau disebut model orientasi terhadap pemerintahan  dan politik. Model pertama adalah masyarakat demokratis industrial. Dalam system ini terdapat cukup banyak aktivitas politik yang akan menjamin adanya kompetisi partai-partai politik dan kehadiran pemberi suara yang besar. Model kedua adalah system otoriter. Dalam model itu terdapat beberapa kelompok masyarakat yang memilki sikap politik yang berbeda. Model ketiga adalah system demokrasi praindustriil. Dalam Negara dengan model seperti itu hanya sedikit sekali partisipan yang terutama dari professional terpelajar, usahawan dan tuan tanah.  Sebagian besar warga negaranya seperti pegawai, buruh dan petani bebas secara langsung terpengaruh atau terkena system perpajakan dan kebijakan resmi pemerintah lainnya.

F.     Perilaku Politik dan Budaya Politik
Perilaku yang dimaksudkan adalah keseluruhan tingkah laku politik  para actor politik dan warga  Negara yang dalam manifestasi konkretnya telah saling memiliki hubungan dengan kultur politik itu. Pembahasan lingkup budaya politik itu meliputi pula orientasi individu yang diperoleh dari pengetahuan yang luas dan yang sempit orientasinya yang dipengaruhi oleh perasaan keterlibatan, keterlekatan ataupun penolakan, serta orientasinya yang bersifat menilai terhadap objek dan peristiwa politik. Artinya sikap-sikap warga Negara , respon-respon dan aktivitasnya terhadap system politik yang ada tersebut dipengaruhi budaya politik yang membentuknya.
Perilaku politik ( politic behavior) dinyatakan sebagai suatu telah mengenai tindakan manusia dalam situasi politik. Interaksi antara pemerintah dan masyarakat, antara lembaga-lembaga pemerintah dan antara kelompok dan individu dalam masyarakat dalam rangka proses pembuatan, pelaksanaan dan penegakkan keputusan politik pada dasarnya merupakan perilaku politik.
Persoalannya adalah bagaimana perilaku politik tersebut dilakukan dalam konteks budaya politik. Perilaku politik pemimpin maupun warga Negara tidak dapat dipisahkan dari pengaruh budaya politik.dapat dikatakan misalnya dalam melaksanakan penyusunan rencana keputusan politik, mengawasi dan dalam menjalankan fungsi yudikatif, semuanya itu tidak dapat terlepas dari pengaruh budaya politik seperti norma-norma, tata nilai, subbudaya, adat kebiasaan,tradisi dansebagainya.
Tingkah laku poltik merupakan pencerminan dari budaya politik suatu masyarakat yang penuh dengan aneka bentuk karakter dan aneka bentuk kelompok dengan berbagai macam tingkah lakunya. Perilaku politik tidak ditentukan oleh situasi temporer tetapi mempunyai pola yang berorientasi pada pola umum yang tampak secara jelas sebagai pencerminan budaya politik yang sering sekali disebut sebagai peradaban politik.
Kaum behavioralis menyampaikan pokok-pokok konsepnya tentang pendekatan politik dari segi tingkah laku. Adapun pokok-pokok konsepnya adalah sebagai berikut :
a.       Tingkah laku politik memperlihatkan kesatuan (integritas) yang dirumuskan dalam generalisasi
b.      Generalisasi-generalisasi pada asasnya harus dapat dibuktikan kebenarannya dengan menunjuk pada tingkah laku  yang relevan
c.       Untuk mengumpulkan dan menafsirkan data diperlukan teknik-teknik penelitian yang cermat.
d.      Untuk mencapai kecermatan dalam penelitian diperlukan pengukuran dan kuantifikasi
e.       Dalam membuat analisis politik nilai-nilai pribadi si peneliti sedapatmungkin tidak main peran (value free)
f.       Penelitian politik mempunyai sikap terbuka terhadap konsep-konsep, teori-teori dan ilmu social lainnya.
Untuk mempelajari perilaku politik dalam kaitan dengan budaya politik itu melalui pendekatan tingkah laku didapatkan beberapa keuntungan. Pertama memberikan kesempatan untuk mempelajari kegiatan dan susunan politik di beberapa Negara yang berbeda dalam berbagai latar belakangnya, baik latar belakang sejarah, kebudayaan maupun latar belakang ideology. Kedua dapat mempelajari mekanisme yang menjalankan fungsi-fungsi tertentu. Yang ketiga pendekatan tingkah laku yang mendorong  perkembangan dalam pembinaan teori dan penelitian komparatif dari Negara-negara yang sedang berkembang.
Secara kontekstual perilaku politik warga Negara ataupun peran sector politik (elit politik) didasarkan pada persepsi budaya politik . persepsi terhadap budaya politik tersebut kemudian akan mempengaruhi keikhlasan dan penerimaan warga Negara terhadap keputusan-keputusan politik, dan dalam menciptakan sikap-sikap mendukung atau penolakan warga Negara terhadap system politik tersebut.
Untuk itulah  perilaku masyarakat Indonesia yang multietnis diharapkan memiliki kepatuhan dan kesetiaan terhadap Negara atau paling tidak harus ada sikap terhadap sub budaya politik mereka. Apabila keterikatan terhadap subbudaya local sangat kuat, tampaknya sulit hal itu dapat tercapai. Salah satu jalan untuk mengurangi hambatan adalah dengan menjauhi subbudaya politik mereka sebagai bagian dari budaya politik.


BAB III
PARTISIPASI POLITIK
A.    Hakikat Partisipasi Politik
Partisipasi politik merupakan aspek penting dalam sebuah tatanan Negara demokrasi, sekaligus merupakan ciri khas adanya  modernisasi  politik. Secara umum dalam masyarakat tradiusional yang sifat kepemimpinan politiknya lebih ditentukan oleh segolongan elit penguasa, keterlibatan warga Negara dalam ikut serta mempengharuhi pengambilan keputusan , dan mempengaruhi kehidupan bangsa relative sangat  kecil.
Huntington dan Nelson dalam bukunya yang berjudul Partisipasi Politik di Negara Berkembang  berusaha mencari batasan partisipasi politik. Mereka mendefinisikan partisipasi politik sebagai kegiatan warga Negara preman (private citizen) yang bertujuan mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah . di pihak lain Budiarjo secara umum mengartikan partisipasi politik  sebagai kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik yaitu dengan jalan memilih pimpinan Negara secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah ( public policy). Dengan demikian , pengertian Huntington dan Nelson dibatasi pada beberapa hal :
1.      Mereka mengartikan partsisipasi  politik hanyalah mencakup kegiatan-kegiatan dan bukan sikap-sikap. Dalam hal ini, mereka tidak memasukkan komponen-komponen subjektifseperti pengetahuan tentang politik, minat terhadap politik, pereasaan-perasaan mengenai politik, keefektifan politik dan keefektifan-keefektifan politik.
2.      Yang dimaksudkan dalam partisipasi politik itu adalah warga Negara preman (biasa), bukan pejabat-pejabat pemerintah.
3.      Kegiatan partsisipasi  politik itu hanyalah kegiatan yang dimaksudkan untuk mempengaruhi pengam,bilan keputusan pemerintah. Partisipasi politik yang demikian merupakan tindakan-tindakan yang berusaha mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah, terlepas apakah  itu legal atau tidak.
4.      Partisipasi poliutik juga mencakupi semua kegiatan yang mempengaruhi pemerintah , terlepas tindakan itu efektif atau tidak, berhasil atau gagal.
5.      Partisipasi politik berupa kegiatan mempengaruhi pemerintah yang dilakukan langsung atau tidak langsung artinya langsung oleh pelakunya itu sendiri tanpa menggunakan perantara, tetapi adapula yang tidak langsung melakui orang-orang yang dianggap dapat menyalurkan pemerintah.
Di Negara-negara berkembang partisipasi  cenderung digerakkan secara meluas dan diarahkan untuk kepentingan pembangunan. Dari unsure Partisipasi bahkan sulit dibedakan .Apabila dilakukan oleh pelakunya sendiri, partisipasi politik dinamakan partisipasi otonon, sedangkan jika menggerakkan orang lain dinamakan partisipasi yang dimobilisasi.
Parisipasi politik memiliki lingkup dan keleluasaan tersendiri. Kontribusi partisipasi  politik tidaklah dapat disamaratakan dalam semua system politik. System politik yang satu lebih menekankan arti pentingnya partsisipasi politik dari yang lain dalam sebuah system politik yang berbeda, meskipun perbedaannya tidaklah selalu formal.
Dalam masyarakat yang primitive yang politiknya cenderung terintegrasi dalam kegiatan masyarakat, umumnya partisipasinya  cenderung tinggi bahkan mungkin sulit untuk dibedakan dari kegiatan lain. Dengan demikian perlu diketahui pula tingkat-tingkat partisipasi politik warga Negara dalam sebuah system politik. Dalam menganalisis tingkat-tingkat partisipasi itu nampaknya perlu dibedakan antara dua subdimensi , yaitu :
a.       Lingkup atau proporsi dari suatu  kategori penduduk yang diberi definisi, yang melibatkan diri  dalam kegiaatan partisipasi yang khsusus
b.      Intensitas atau ukuran lamanya dan arti pentingnya kegiatan khsusus itu bagi system politik
Di Negara-negara berkembang pola partisipasi masyarakat memiliki kecenderungan yang berkaitan dengan proses modernisasi dengan proses pembangunan. Dalam konteks tertentu  partisipasi yang terjadi tidaklah dapat lepas dari persoalan budaya politik yang ikut serta memberikan arti bagi akutalisasi politiknya secara nyata.

B.     Bentuk-bentuk partisipasi politik
Partisipasi politik dapat dilihat dari beberapa sisi. Sebagai suatu kegiatan, partiasipasi dibedakan menjadi :
a.       Partisipasi aktif, mencakup kegiatan warga Negara mengajukan usul mengenai suatu kebijakan umum, mengajukan alternative kebijakan umum yang berbeda dengan kebijakan pemerintah, mengajukan kritik dan saran perbaikan untuk meluruskan kebijaksanaan, membayar pajak, dan ikut serta dalam kegiatan pemilihan pimpinan pemerintah .
b.      Partiasipasi pasif, antara lain berupa kegiatan mentaati peraturan/perintah, menerima dan melaksanakan begitu saja setiap keputusan pemerintah.
Sementara itu Milbrath dan Goel membedakan partisipasi menjadi beberapa kategori, yakni :
a.       Apatis, yakni orang yang menarik diri dari proses politik
b.      Spectator, orang-orang yang setidaknya pernah ikut dalam pemilihan umum
c.       Gladiator, orang-orang yang secara aktif terlibat dalam proses politik, yakni sebagai komunikator dengan tugas khusus mengadakan kontak tatap muka, aktivis partai dan pekerja kampanye, serta aktivis masyarakat.
d.      Pengkritik, yaitu orang-orang yang berpartisipasi dalam bentuk yang tidak konvensional
Beberapa julukan diberikan kepada orang-orang yang tidak ikut serta dalam politik, seperti apastis, sinis, alienasi (terasing), dan anomie (terpisah). Apatis (masa bodoh) dapat diartikan sebagai tidak punya minat atau tidak punya perhatian terhadap orang lain, situasi, atau gejala-gejala . adapun cirri-ciri apatis antara lain ketidakmampuan untuk mengakuyi tanggung jawab pribadi,  untuk menyelidiki, atau untuk menerima emosi dan perasaan sendiri, yaitu perasaan samar-samar dan tak dapat difahami, rasa susah, tidak aman dan merasa terancam, menerima secara mutlak  tanpa ta ntangan otoritas nilai-nilai konvensional, membentuk suatu pola yang cocok dengan diri sendiri, yang di situasi klinis disebut kepastian.
Mengenai keadaan ini, Rosenberg menyebutkan tiga alas an adanya partisipasi politik, yakni :
a.       Individu memandang bahwa aktivitas politik merupakan ancaman terhadap beberapa aspek kehidupannya
b.      Individu menganggap aktivitas politik merupakan kegiatan yang sia-sia belaka. Individu-individu beranggapan bahwa ia tidak akan mungkin dapat mengubah keadaan dan melakukan control politik.
c.       Ketidakadaan pesaing politik.hal itu didasarkan atas pemikiran bahwa buah pikiran politikhanyalah memberikan kepuasan sedikit dan tak langsung, sedang hasil langsung yang diterimanya sangat sedikit.
Goel dan Olsen memandang partisipasi sebagai dimensi utama kehidupan stratifikasi social . mereka membagi partisipasi politik menjadi enam lapisan. Adapun bagian-bagian tersebut adalah pemimpin politik, aktivitas politik, komunikator, warga Negara marginal dan orang-orang yang terisolasi.
Partisipasi politik berdasarkan sifatnya dapat dibedakan menjadi partisipasi yang bersifat sukarela (otonom) dan atas desakan orang lain (dimobilisasi). Nelson membedakannya dengan dua sifat yaitu autonomous participation (partisipasi otonom) dan mobilized participation ( partisipasi yg dimobilisasikan )
Bentuk-bentuk partisipasi politik berdasarkan jumlah pelakunya dikategorikan menjadi dua, yakni  partisipasi individual  berwujud kegiatan seperti menulis surat yang berisi tuntutan atau keluhan pada pemerintah, sedangkan partisipasi kolektif adalah bahwa kegiatan warga Negara secara serentak dimaksudkan untuk mempengaruhi penguasa seperti kegiatan dalam pemilihan umum.
Partisipasi kolektif dapat dibedakan menjadi dua yakni partsisipasi kolektif yang konvensional meliputi pemberian suara (voting), aktivitas diskusi politik, kegiatan kampanye, aktivitas bergabung dengan kelompok kepentingan lain, dan komun ikasi individu dengan pejabat politik dan administrative. Dan partisipasi kolektif yang tak konvensional, meliputi pengajuan petisi, demonstrasi, konfrontasi, pemogokan dan serangkaian tindakan kekerasan, seperti kekerasan politik terhadap benda-benda, yang berupa perusakan, pemboman dan pembakaran. Selain itu gerilya revolusi dan kudeta dapat pula dimasukkan dalam kategori ini.

C.    Fungsi Partisipasi Politik
Partisipasi politik merupakan bentuk tingkah laku baik menyangkut aspek social maupunpolitik. Tindakan-tindakan dan aktivitas politik tidak hanya menyangkut apa yang telah dilakukan saja, tetapi juga menyangkut hal-hal apa yang mendorong individu berpartisipasi. Artinya motif-motif apa yang telah mendorong individu untuk berpartisipasi. Hal itu  penting, karena tindakan-tindakan politk itu  memiliki kaitan dengan partisipasi politik itu sendiri.
Diakui bahwa terdapat hambatan dalam mengkaji motif-motif  yang mendorong tingkah laku social dan politik itu. Hal itu antara lain disebabkan beberapa hal, antara lain
a.       Motif yang sebenarnya dimiliki individu telah disembunyikan dan pengamat tersesat terhadap informasi yang sesungguhnya.
b.      Motif yang sesungguhnya mungkin tidak jelas bagi individu dan mungkin ia merasionalkan tindakannya sendiri, sebelum, sesudah atau selama berlangsungnya peristiwa tersebut
c.       Motif yang sebenarnya tidak jelas, bukan bagi individu yang tindakannya telah diselidiki, akan tetapi juga bagi orang lauin yang telah dipengaruhi tindakannya.
Meskipun terdapat kualitas dalam memiliki motivasi itu, Weber berusaha mengemukakan empat motif yang berarti. Motif itu oleh Weber dinyatakan sebagai berikut :
a.       Motif yang rasional-bernilai, yaitu motif yang didasarkan atas penerimaan secara rasional tas nilai-nilai suatu kelompok
b.      Motif yang afektual-emosional yaitu motif yang didasarkan atas kebenaran ( enthusianisme) terhadap suatu ide, organisasi atau individu
c.       Motif yang tradisional, yaitu motif yang didasarkan atas penerimaan norma, tingkah laku individu dari suatu kelompok social
d.      Motif yang rasional bertujuan , yaitu motif yang didasarkan atas kepntingan pribadi
Sanit membagi partisipasi politik di Indonesia dapat menjadi tiga tujuan :
a.       Memberikan dukungan kepada penguasa dan pemerintah yang dibentuknya beserta system politik yang dibentuknya .  partisipasi politik ini sewring terwujud dalam bentuk pengiriman wakil-wakil/ utusan pendukung ke pusat pemerintahan.
b.      Usaha untuk menunjukkan  kelemahan  dan kekurangan pemerintah. Langkah itu dilakukan dengan harapan agar pemerintah meninjau kembali, memperbaiki atau mengubah kelemahan tersebut.
c.       Sebagai tantangan terhadap penguasa dengan maksud menjatuhkannya sehingga diharapkan terjadi perubahan structural dalam pemerintahan dan dalam system politik.
Bagi pemerintah, partisipasi politik warga Negara dapat dikemukakan dalam berbagai fungsi , yakni :
a.       Partisipasi  politik masyarakat untuk mendukung program-program pemerintah, hal itu berarti bahwa peran serta masyarakat diwujudkan untuk mendukung program politik dan program pembangunan.
b.      Partisipasi masyarakat berfungsi sebagai organisasi yang menyuarakan kepentingan masyarakat untuk masukan bagi pemerintah dalam mengarahkan dan meningkatkan pembangunan.
c.       Sebagai sarana untuk memberikan masukan, saran dan kritik terhadap pemerintah dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan
Salah satu sarana sosialisasi politik yang penting apalagi dalam era globalisasi dan keterbukaan ini adalah media massa. Media massa adalah sarana yang kuat untuk membentuk sikap-sikap dan keyakinan-keyakinan politik, disamping membentuk opini masyarakat tentang kebijakan pemerintah.

D.    Faktor-faktor yang berpengaruh
Weiber  menyebutkan ada lima hal yang dapat menyebabkan timbulnya kearah partisipasi yang luas dalam proses politik, yakni :
1.      Modernisasi  di segala bidang berimplikasi pada komersialisasi pertanian, industrialisasi, meningkatkan arus urbanisasi, peningkatan kemampuan baca tulis, perbaikan pendidikan dan pengembangan media massa / media komun ikasi secara lebih luas.
2.      Terjadinya perubahan-perubahan struktur kelas social, ini sebagai akibat dari terbentuknya kelas menengah dan pekerja baru yang makin meluas dalam era industrialisasi dan modernisasi.
3.      Pengaruh kaum intelektual dan meningkatnya komunikasi massa. Ide-ide baru seperti nasionalisme, liberalism, dan egakliterisme membangkitkan tuntutan-tuntutan untuk berpartisipasi dalam pengembilan kepuutusan.
4.      Adanya konflik diantara pemimpin-pemimpin politik.
5.      Adanya keterlibatan pemerintah yang semakin meluas dalam urusan social, ekonom I dan kebudayaan.
Sementara itu, Milbrath memberikan empat alas an  bervariasinya partisipasi  politik seseorang, yakni :
1.      Berkenaan dengan penerimaan perangsang politik. Milbrath menyatakan bahwa keterbukaan dan kepekaan seseorang terhadap perangsang politik melalui kontak-kontak pribadi, organisasi dan media massa akan memberikan pengaruh bagi keikutsertaan seseorang dalam kegiatan politik.
2.      Berkenaan dengan karakteristik seseorang . Dapat dikatakan bahwa status ekonomi, karakter, suku, usia, jenis kelamin dan keyakinan / agama. Faktor-faktor tersebut merupakan karakteristik social tersebut memiliki pengaruh terhadap partsisipasi seseorang dalam politik.
3.      Menyangkut sifat system partai tempat seseorang individu itu hidup. Hal itu menyangkut system politik dan system kepartaian yang terdapat di lingkungan politiknya.
4.      Perbedaan regional merupakan aspek lingkungan yang berpengaruh terhadap pernedaan watak dan tingkah laku. Dengan perbedaan regional indibvidu ini pula yang ikut mendorong perbedaan perilaku politik dan partisipasi politik seseorang.
Sanit menyebutkan ada lima factor yang mendorong partisipasi politik masyarakat Indonesia secara meluas , yakni :
1.      Adanya kebebasan kompetisi dalam segala bidanbg, termasuk dalam bidang politik
2.      Adanya kenyataan berpolitik secara luas dan ternbuka
3.      Adanya keleluasaan untuk mengorganisasi diri sehingga organisasi masyarakat dan partai dapat tumbuh dengan subur.
4.       Adanya penyebaran sumber daya politk di kalangan masyarakat yang berupa kekayaan dalam masyarakat
5.      Adanya distribusi kekuasaan di kalangan masyarakat sehingga tercipta suatu perimbangan kekuasaan.

E.     Partisipasi Politik dalam Pembangunan
Dengan memahami model pembangunan, akan difahami bagaimana partisipasi warga Negara dalam model pembangunan. Huntington dalam hal ini mengemukakan empat model pembangunan yakni :
1.      Model borjuis / liberal , terdapat asumsi bahwa sebab ketimpangan social ekonomi, kekerasan politik yang demokratis terletak pada keterbelakangan ekonomi yang bersangkutan.
2.      Model otokratis, berusaha memusatkan kekuasaan dan ditingkatkannya pertumbuhan ekonomi dengan menggairahkan pemerataan sosio ekonomi masyarakat untuk mrendapatkan dukungan dari masyarakat bawah
3.      Model populis, bahwa dalam model ini terjadi lingkaran setan yang disebabkan model tersebut menghasilkan eksplosi partisipasi sekalipun inflasi partisipasi
4.      Model tekhnokratis, didasarkan pada asumsi bahwa partisipasi harus ditekan agar tetap rendah sehingga memungkinkan upaya untuk memajukan pembangunan
Tekanan –tekanan pemerintah terhadap partisipasi (departisiupasi) dapat berakibat pada suatu kondisi yang oleh Huntington disebut sebagai “ledakan partisipasi” yang dapat menggulingkan system poltik, yang ada sekaligus pula akan memungkinkan timbulnya perubahan fundamental dengan struktur social dan struktur ekonomi. Sementara itu model polulasi ditandai dengan :
1.      Tingklat partisipasi poltik yang tinggi
2.      Perluasan kebijaksanaan dan kesejahteraan social
3.      Peningkatan pengusaha social
4.      Pertumbuhan ekonomi yang lamban
Berkaitan antara pembangunan sosioekonomi dengan partisipasi politIk, Huntington menyelaraskan  koulasi antara keduanya. Pertama bahwa tingkat partisipasi politik masyarakat cenderung berlainan atas dasar status ekonomi. Umumnya mereka yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi, cenderung lebih berpartisipasi daripa yang miskin, tidak berpendidikan dan memiliki kualitas pendidikan rendah. Kedua bahwa pembangunan ekonomi dan social secara tidak langsung telah meningkatkan ketegangan dan tekanan antar kelompok. Ketiga  berkembangnya perekonomian yang semakin kompleks menyebabkan banyaknya organisasi dan perkumpulan sehingga melibatkan banyak orang dalam kelompok-kelomnpok itu. Keempat  pembangunan ekonomi disamping sebagian memerlukan perluasan-perluyasan penting dari fungsi-fungsi pemerintah, sebagian  yang lain bahkan menghasilkan. Kelima  modernisasi ekonomi yang biasanya berlangsung bentuk pembangunan nasional. Seringkali orang perorang memiliki loyalitas terhadap Negara cenderung mengabaikan loyalitas lain.






BAB 1V
STRUKTUR POLITK
Secara umum struktur yang terdapat dalam suatu system politik  terdiri dari kelompok-kelompok kepentingan partai-partai politik, badan legislative, eksekutif, birokrasi dan badan-badan peradilan. Selanjutnya ada yang memilah struktur politik ini menjadi struktur yang sifatnya informal dan styruktur yang sifatnya formal. Yang termasuk  dalam struktur politik yang sifatnya informal adalah sebagai berikut :
1.      Pengelompokkan  masyarakat atas dasar persamaan social ekonomi  seperti  golongan tani, golongan buruh, kelas menengah, kelompok cendikiawan dan sebagainya.
2.      Pengelompokkan masyarakat atas dasar perbedaan cara, gaya di satu fihak dan pengelompokkan atas dasar kesadaran akan adanya persamaan jenis-jenis tujuan di fihak lain, sehingga dapat dikatakan sebagai kelompok asosiasional politik.
3.      Pengelompokkan masyarakat  atas dasar kenyataan dalam kehidupan politik rakyat.masing-masing mengemban fungsi dan peranan politik tertentu, dan secara konvensional dikenal dalam system politik.
Yang termasuk lembaga formal adalah lembaga legislative, eksekutif, dan yudikatif (Montesquieu), lembaga yang menjalankan fungsi legislative, eksekutif, yudikatif dan kepolisian ( Van Vollenhoven). Termasuk pula dalam lembaga politik formal ini adalah kelompok birokrasi, yang terutama berfungsi sebagai pelaksanaan kebijaksanaan politik yang diambil oleh pemerintah.

A.    Supra Struktur Politik
Adalah struktur politik pemerintahan atau struktur politik kenegaraan. Supra struktur politik ini  berkenaan dengan  suasana kehidupan politik pemerintah yang merupakan kompleks hal yang bersangkut paut dengan lembaga-lembaga Negara yang ada, fungsi dan wewenang lembaga-lembaga tersebut serta hubungan kerja antara lembaga dengan lembaga lainnya.
Yang termasuk supra struktur politik adalah lembaga-lembaga Negara yang menurut trias politica adlah lembaga legislative, lembaga eksekutif dan lembaga yudikatif. Tentang hubungan ketiga lembaga tersebut  adalah bahwa satu dengan yang lainnya harus dipisahkan secara tegas. Dengan kata lain, prinsip yang dipakai adalah prinsip pemisahan kekuasaan. UUD 1945 tidak menganut prinsip pemisahan kekuasaan tetapi prinsip pembagian kekuasaan . ini berarti bahwa kekuasaan dalam Negara itu dibagi, akan tetapi tidak dipisahkan secara tegas.
Kemudian apabila dihubungkan dengan UUD 1945, lembaga supra struktur politik itu meliputi lembaga-lembaga, baik lembaga tertinggi maupun lembaga tinggi Negara yang ditentukan keberadaannya dalam UUD. Dengan demikian supra struktur politik  itu meliputi :
1.      Majelis Permusyawaratan Rakyat ( MPR) sebagai lembaga tertinggi Negara pemegang kedaulatan rakyat
2.      Presiden, sebagai kepala Negara dan sebagai kepala pemerintahan yang bersama-sama dengan DPR merupakan lembaga pembuat Undang-undang
3.      Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai pemegang kekuasaan membuat undang-undang
4.      Dewan Pertimbangan Agung (DPA) yang bertugas memberikan berbagai pertimbangan kepada presiden baik diminta maupun tidak
5.      Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang bertugas memeriksa tanggung jawab keuangan Negara untuk kemudian melaporkan hasil pemeriksaan itu kepada DPR
6.      Mahkamah Agung (MA) sebagai lembaga pemegang kekuasaan kehakiman

B.     Infra Struktur Politik
Adalah struktur politik kemasyarakatan, komponen infra struktur politik berkenaan dengan suasana kehidupan politik rakyat ( socio-political sphare) yaitu kompleks  hal-hal yang bersangkut paut dengan pengelompokkan warga Negara dan anggota masyarakat ke dalam berbagai macam golongan yang biasanya disebut sebagai kekuatan social politik dalam masyarakat, infrastruktur politik terdiri atas komponen-komponen sebagai berikut :
1.      Partai politik / political party
2.      Kelompok kepentingan / interest group
3.      Kelompok penekan / pressure group
4.      Media komunikasi politik/ political conmmunication media
5.      Tokoh politik / political figure
Dalam system politik di Indonesia, komponen organisasi infrastruktur politik meliputi :
1.      Yang secara formal diakui pemerintah dan ikut serta menjadi kontestan pemilihan umum
2.      Yang secara formal tidak ikut serta menjadi kontestan dalam pemiulu, akan tetapi sedikit banyak mempengaruhi hasil-hasil pemilu
3.      Tokoh-tokoh masyarakat, yang dengan penunjukkan  presiden/ pemerintah banyak yang ikut duduk dalam lembaga tertinggi Negara atau lembaga tinggi Negara

C.    Fungsi Sosialisasi Politik
Sosialisasi politik  adalah suatu proses  yang dilalui seseorang dalam memperoleh sikap dan orientasi terhadap fenomena politik yang ada dalam masyarakat tempat orang itu berada. Sosialisasi politik juga mencakupi proses penyampaian norma-norma dan nilai-nilai dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Fungsi sosialisasi politik itu sangat penting sebab sosialisasi dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang kehidupan politik yang pada gilirannya dapat mendorong tumbuhnya partisipasi secara maksimal dalam system politiknya.  Proses sosialisasi  politik diharapkan terjadi secara merata di seluruh lapisan masyarakat agar pengetahuan dan pemahaman tentang kehidupan politik tidak hanya menjadi monopoli kalangan elit politik.

D.    Fungsi Rekruitmen Politik
Merupakan fungsi penyeleksian rakyat untuk kegiatan politik dan jabatan pemerintahan melalui penampilan dalam media komunikasi, menjadi anggota organisasi, mencalonkan diri untuk jabatan tertentu dan sebagainya. Fungsi rekruitmen politik itu dapat juga disebut sebagai fungsi seleksi kepemimpinan.  Seleksi kepemimpinan dalam suatu struktur politik dilakukan secara teratur dan terencana sesuai dengan kaidah/ norma-norma yang ada  serta harapan masyarakat. Dalam hubungan dengan masalah kepemimpinan ini, Finer menyebutkan beberapa sifat ideal seorang pemimpin , yaitu ;
1.      Kesadaran/ conscsiousness
2.      Kebulatan pandangan/ coherence
3.      Ketetapan jiwa / constancy
4.      Keyakinan/ convictrion
5.      Kreativitas / creativiness
6.      Keberanian/ courage
7.      Kemampuan memukau , dan
8.      Kepandaian.

E.     Fungsi Komunikasi Politik
Komunikasi politik merupakan jalan mengalirnya informasi melalui masyarakat dan melalui berbagai struktur yang ada dalam system politik. Dengan lain perkataan, fungsi komunikasi politik itu adalah fungsi struktur politik menyerap berbagai aspirasi, pandangan-pandangan dan gagasan-gagasan yang berkembang dalam masyarakat dan menyalurkan sebagai bahan  dalam penentuan kebijaksanaan. Selain itu, fungsi komunikasi  politik juga merupakan fungsi penyebarluasan rencana-rencana atau kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah kepada rakyat.
Fungsi komunikasi politik itu terutama dijalankan oleh media massa, baik itu media cetak maupun media elektronik. Dengan demikian, media massa itu memiliki peranan yang strategis dalam suatu system politik. Peranan media massa bukan hanya sebatas penyaluran informasi timbal balik sebagaimana disebutkan diatas,  akan tetapi juga berperan dalam membentuk pendapat massa  ( public opinion ).

F.     Fungsi Artikulasi Kepentingan
Artikulasi kepentingan dapat dikatakan sebagai suatu proses yang mengolah aspirasii masyarakat yang bercorak ragam yang disaring dan dirumuskan dalam bentuk rumusan yang teratur. Dengan demikian aspirasi yang beranekaragam itu dapat difahami untuk selanjutnya dicerminkan dalam kebijaksanaan.

G.    Fungsi Agregasi Kepentingan
Yakni  fungsi menggabungkan berbagai kepentingan yang sama atau hampir sama untuk dituangkan dalam rumusan kebijaksanaan. Jadi, dengan  proses agregasi kepentingan   ini, yang muncul bukan lagi kepentingan orang perorang atau kepentingan kelompok orang saja, akan tetapi kepentingan masyarakat. Kepentingan masyarakat  Ini kemudian disalurkan pada penentu kebijaksanaan dengan maksud agar dapat dituangkan dalam suatu kebijaksanaan politik.

H.    Fungsi Pembuatan Kebijaksanaan
Merupakan fungsi yang dijalankan oleh lembaga legislative. Untuk menjalankan fungsi itu legislative dapat bekerjasama dengan lembaga eksekutif. Fungsi lembaga legislative secara umum dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.      Membuat undang-undang bersama eksekutif
2.      Menyusun anggaran penerimaan belanja Negara
3.      Mengawasi pelaksanaan undang-undang serta penerimaan dan penggunaan anggaran Negara.
4.      Menulis, menyetujui atau mengusulkan seseorang atau lebih pejabat Negara

I.       Fungsi penerapan kebijaksanaan
Fungsi penerapan kebijaksanaan atau peraturan dijalankan oleh lembaga eksekutif beserta jajaran birokrasinya. Fungsi penerapan peraturan tidak hanya berarti pelaksanaan peraturan, tetap[I juga berarti pembuatan rincian  dan pedoman pelaksanaan peraturan, malahan dalam banyak hal harus membeberkan penafsiran atas peraturan tersebut sehingga mudah difahami dan ditaati oleh warga Negara.

J.      Fungsi Penghakiman Kebijaksanaan
Merupakan  fungsi untuk menyelesaikan pertikaian atau persengketaan yang menyangkut persoalan peraturan, pelanggaran peraturan, dan penegasan fakta-fakta yang perlu  untukmendapatkan keadilan. Dengan kata lain fungsi penghakiman ini merupaka fungsi untuk membuat suatu keputusan yang mencerminkan rasa keadilan apabila terjadi penyelenggaraan atau penentangan terhadap peraturan perundangan.
Penghakiman peraturan pada dasarnya bertujuan menjamin kepastian hokum  tercipta suasana tertib dalam masyarakat. Tetapi, fungsi penghakiman peraturan itu dalam perkembangannya juga menjadi fungsi pembuatan peraturan

K.    Perilaku Suprasrtruktur
Fungsi yang secara khusus melekat pada suprastruktur atau lembaga-lembaga pemerintah adalah tiga fungsi yang disebutkan terakhir yaitu, fungsi  pembuatan kebijaksanaan, fungsi pelaksanaan kebijaksanaan, dan fungsi penghakiman kebijaksanaan. Ada tiga unsure yang perlu diperhatikan dalam proses pembuatan keputusan, yaitu jumlah orang yang ikut mengambil keputusan, peraturan pembuatan keputusan atau formula pengambilan keputusan dan informasi.
L.     Perilaku Infra Struktur Politik
Dalam suatu system politik infrastruktur politik menjalankan fungsi masukan. Fungsi masukan itu memberikan bahan masukan atau informasi yang harus diproses oleh system tersebut serta tenaga yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup system itu. Fungsi masukan mencakup dua unsure yaitu tuntutan dan dukungan . Yang dimaksud dengan tuntutan itu tidak lain adalah keinginan-keinginan atau aspirasi masyarakat yang terorganisasi dalam berbagai organisasi baik berupa partai politik maupun kelompok-kelompok kepentingan. Sedangkan unsure dukungan merpakan pandangan-pandangan atau tindakan-tindakan yang memberikan support untuk bekerjanya system politik.
Fungsi masukan itu dijalankan oleh komponen-komponen infrastruktur politik  yang didalamnya terdiri dari partai-partai politik, kelompok-kelompok kepentingan , tokoh-tokoh politik dan media masa.











                                              








BAB V
ELIT POLITIK

A.    Teori Klasik tentang Elit  
             Mosca , dalam karya klasiknya “ The Rulling Class” mengemukakan bahwa …Dalam setiap  istmasyarakat, terdapat dua kelas penduduk, satu kelas yg  menguasai dan satu kelas yang dikuasai . Kelas pertama yang jumlahnya selalu lebih kecil, menjalankan semua fungsi politik, memonopoli kekuasaan dan menikmati keuntungan yang diberikan oleh kekuasaan itu, sedangkan kelas kedua yang jumlahnya jauh lebih besar , diatur dan dikendalikan oleh kelas pertama itu….
            Istilah elit digunakan pada abad ke tujuh belas untuk menyebut barang-barang dagangan yg mempunyai keutamaan khusus. Istilah itu juga kemudian digunakan untuk menyebut kelompok-kelompok social tinggi, seperti kesatuan-kesatuan militer yang utama atau kalangan bangsawan atas.
             Pareto  mendeskripsi pengertian elit dengan berbagai penuturan dan con toh yang bervariasi, tetapi sebenarnya yang dimaksudkan adalah bahwa bakat dan kemampuan setiap individu berbeda-berbeda dalam setiap lapisan social. Untuk itulah  kemudian sering dikenal pengelompokkan struktur social kedalam dua kelompok. Pertama lapisan yang lebih rendah, yakni sekelompokj massa yang tidak merupakan golongan elit yang mungkin berpengaruh juga dalam pemerintahan. Kedualapisan yang lebih tinggi yakni golongan elit yang terdiri dari elit memerintah dan elit yang tidak memerintah.
             Dalam konsep klasik, elit ini oleh Pareto dan Mosca telah dikaitkan dengan pengertian kelompok orang-orang secara langsung atau karena posisinya sangat kuat pengaruhnya dalam menjalankan kekuasaan politik.  Secara umum, mereka memberikan konsep-konsep mengenai elit. Mereka berpendapat bahwa dalam setiap masyarakat senantiasa ada dan harus ada suatu kelompok minoritas yang memerintah masyarakat itu. Kelompok yang kecil itu merupakan “kelas politik “, elit yang menduduki kelas-kelas komando  yang memerintah dan memegang kendali  atas pemegang keputusan politik. 



B.     Konsep elit dan kekuasaan
             Berbagai konsep dalam teori-teori klasik tentang elit, nampaknya struktur tidak dapat dilepaskan dengan kekuasaan. Hal itu dapat difahami karena kelompok elit merupakan unsure penting dalam menjalankan kekuasaan. Ia berada dalam bangunan yang rapi, solid dan tidak mudah disentuh oleh rakyat kebanyakan. Istilah elit ini sekarang telah difahami dan umumnya digunakan untuk menyuebut kelompok-kelompok fungsional dan pemangku-pemangku jabatan yang memiliki status tinggi ( karena alas an apapun ) dalam masyarakat. Dalam kerangka itulah, maka dalam pembahasan ini elit merupakan bagian integral dari struktur kekuasaan.
             Untuk mengkaji kedudukan elit dalam masyarakat elemen  yang penting ialah konsep kekuasaan. Hal itu disadari bahwa elit dan kekuasaan merupakan dua variable yang tidak dapat dipisahkan, karena eliut adalah sekelompok orang yang menguasai kekuasaan dan sebaliknya kekuasaan merupakan tempat bagi muncul dan berkembangnya elit.
      Putman membagi stratifikasi politik dalam enam lapisan , yakni terdiri dari  :
1.      Kelompok pembuat keputusan/kaum berpengaruh
2.      Aktivis
3.      Public peminat
4.      Politik
5.      Kaum pemilih
6.      Non partisipan
Konsep pelapisan kekuasaan tersebut merupakan salah satu konsep yang meletakkan elit dalam struktur politik, dan tidak dalam struktur social lainnya.dengan dasar itu, makin tinggi tingkat partisipasi  kelompok masyarakat tertentu dalam politik akan makin tinggi pulalah kedudukannya dalam pelapisan sosial itu.

C.    Elit yang memerintah
               Pandangan elitisme secara tegas membagi masyarakat menjadi dua, yakni sekelompok kecil masyarakat yang mempunyai kekuasaan dan sekelompok besar orang dalam masyarakat yang tidak memiliki kekuasaan. Dalam model elit yang memerintah itu, sekelompok kecil masyarakat itu berhak untuk melakukan pengalokasian sumber-sumber kekuasaan yang atau nilai-nilai dalam masyarakat sekaligus membuat dan melaksanakan keputusan-keputusan politik.
              Sifat dan karakter elit politik dikemukakan oleh Dye dan Zeigler dengan cukup jelas. Dengan memahami karakter dan sifat-sifatnya itu dapat pula dimengerti bagaimana perilaku npolitik elit politik tersebut dalam sebuah system politiknya. Ia pada prinsipnya mengemukakan tiga perbedaan karakter dasar dalam model elit ini.
1.      Elit politk yang selalu berusaha memenuhi kepentingannya sendiri. Hal itu dapat diartikan bahwa apa-apa yang dilakukan oleh elit politik itu senantiasa diorientasikan dan ditujukan untuk pemenuhan kepentingannya sendiri atau demi kepentingan golongannya.
2.      Elit politik yang segala perilaku politiknya berorientasi pada masyarakat umum. Dengan demikian umumnya model ini memiliki sifat yang terbuka kepada  golongan masyarakat yang bukan elit.  Mereka memiliki kecenderungan untuk membiarkan kondisi yang kompetitif dalam masyarakat untuk menduduki elit politik sehingga lapisan politik ini cenderung bersifat pluralistic.
3.      Golongan “counter elit” yakni pemimpin-pemimpin yang berorientasi pada masuarakat banyak dengan cara menentang segala bentuk kemapanan dan segala bentuk perubahan. Kelompok ini memiliki cirri-ciri yaitu ekstrim, tidak toleran, anti intelektualisme, mempunyai identitas rasial, menuntut persamaan, dan menggunakan kekerasan dalam memperjuangkan aspirasinya.

D.    Model Pluralis
               Dalam model pluralis,pemerintah berperan sebagai sasaran dari tuntutan-tuntutan kelompok  dan organisasi masyarakat. Tuntutan-tuntutan itu selanjutnya oleh pemerintah ditampung dan dipertimbangkan untuk dijadikan sebagai bahan dalam pembuatan keputusan-keputusan politik. Dengan kata lain, pemerintah hanyalah bertugas untuk memelihara berbagai kepentingan baik antar kelompok dan golongan maupun organisasi-organisasi social kemasyarakatan dan organisasi social politik. Hal itu dijalankan pemerintah antar antara organisasi-organisasi dan kelompok-kelompok tersebut tidak terjadi pertentangan.

E.     Model Kerakyatan
             Dalam model ini yang menjadi perhatian utama dari kekuasaan adalah rakyat. Partisipasi rakyat dalam mengalokasikan kekuasaan pada masyarakat merupakan hak rakyat sepenuhnya. Untuk itulah model ini seringkali disebut  dengan model demokrasi, meskipun sesuai dengan tatanilai yang terdapat dalam masyarakat, akhirnya muncul pula pandangan yang berbeda  mengenai demokrasi, seperti dalam masyarakat rakyat  yang lebih memandang bahwa rakyat adalah individu-individu warga Negara, cenderung memiliki pandangan kea rah demokrasi liberal, sedangkan pengertian yang mendasarkan bahwa rakyat adalah keseluruhan warga Negara secara kolektif sering nampak dalam system pemerintahan  Asia dan  Eropa.
          Paling tidak terdapat tiga asumsi dari model kerakyatan ini berdasarkan pemahaman demokrasi, yakni :
1.      Setiap warga Negara yang telah dewasa secara potensial memiliki kekuasaan politik seperti hak memilih dalam pemilihan umum.
2.      Setiap warga Negara mempunyai perhatian dan minat yang besar pada proses  politik, karena itu setiap warga Negara mempunyai motivasi untuk aktif dalam politik.
3.      Setiap warga Negara mempunyai kemampuan untuk mengadakan penilaian terhadap politik, karena mereka mempunyai informasi politik yang memadai.
4.      Warga Negara memiliki peranan yang besar dalam pembuatan keputusan politik.

F.     Interaksi Elit Massa
             Elit politik berhubungan erat sekali dengan kekuasaan, bila dikaitkan dengan variable tujuan , cara penggunaan sumber-sumber pengaruh dan hasil penggunaan sumber-sumber tersebut, kekuasaan memiliki beberapa cirri yang oleh Aldrian dikemukakan sebagai berikut :
1.      Kekuasaan terutama merupakan hubungan antar manusia
2.      Pemegang kekuasaan mempengaruhi pihak lain
3.      Pemegang kekuasaan itu bisa seorang individu, sekelompok orang, kelompok social, kelompok budaya atau bisa juga pemerintah
4.      Sasaran kekuasaan bisa berupa individu, kelompok atau pemerintah
5.      Seorang yang mempunyai sumber-sumber kekuasaan belum tentu mempunyai kekuasaan
6.      Penggunaan sumber-sumber mungkin secara paksaan, consensus atau kombinasi
7.      Hasil penggunaan sumber-sumber itu bisa menguntungkan seluruh masyarakat atau bisa juga hanya menguntungkan sekelompok kecil masyarakat
8.      Umumnya kekuasaan politik mempunyai makna bahwa sumber-sumber itu digunakan dan dilaksanakan untuk masyarakat umum
9.      Kekuasaan yang beraspek politik adalah penggunaan sumber-sumber untuk mempengaruhi proses pem,buatan dan pelaksanaan keputusan politik.
           Dengan demikan, sebenarnya interaksi antara elit dengan massa bukanlah suatu hal yang sangat istimewa dalam proses politik. Hal itu juga bukan pula sebagai proses yang aneh, tetapi sebenarnya sebagai proses yang alami dalam suatu kekuasaan atau pemerintahan yang harus ada dan diadakan.
         Kekuatan massa sebagai bagian dari actor politik memiliki arti yang penting karena jumlahnya yang sangat besar.  Kekuatan massa itu makin penting jika dihubungkan dengan konteks proses politk yang dilembagakan seperti dalam pemilihan umum. Dalam hal ini suara rakyat secara individu sekalipun memiliki nilai politik yang tinggi dalam ikut mennentukan munculnya elit politik.



                                                                 





                                                                             
           


                                                                 








BAB VI
KELAS MENENGAH DAN POLITIK

A.    Pengertian
Lev, menggunakan istilah  “ kelompok tengah “ (middle groups), sedangkan Johnson dkk lebih menyukai penggunaan kata “kelompok menengah” (intermediate groups), sebuah kumpulan dinamis yang tumbuh dalam ruang diantara dua kelas yang terpolarisasi . mereka yang terlibat , yang bukan dating dari kalangan petani atau pekerja kota di satu fihak ataupun elit Negara di fihak lain, menempati strata wiraswastawan komersial, financial dan professional dalam ekonomi.
Sulitnya memberikan definisi tentang kelas menengah juga disampaikan oleh Robinson yang mengatakan bahwa pendefinisian “kelas menengah” dalam pengertian politik  yang manapun merupakan proporsi yang sulit, karena walaupun digunakan secara umum, istilah itu telah digunakan secara tidak hati-hati. Dalam tingkat yang lebih popular dan luas, istilah itu biasanya diartikan sebagai suatu kelas yang mencakupi kelompok-kelompok social yang berkembang, yang dianggap berada diantara buruh dan petani, atau kelas bawah disatu fihak dan kelas yang berkuasa.
Dua pandangan tentang pengertian kelas menengah seperti masih agak kabur dan belum memadai. Mereka hanya mengatakan  bahwa kelas menengah merupakan kelas atau kelompok masyarakat yang berada diantara kelas bawah (buruh dan tani) dan kelas atas (elit penguasa) tanpa memberikan batasan-batasan rinci yang memberikan pemahaman yang lebih lengkap dan jelas mengenai persoalan tersebut.
Huntington , dalam penjelasannya tentang kelas menengah dan pengembangna demokrasi,merinci kelas menengah dengan menunjuk pada kelompok masyarakat yang memiliki mata pencaharian sebagai pengusaha, kaum professional, guru, pegawai negeri, manager, teknisi, klerek dan pekerja di bidang penjualan. Keadaan kelas itu oleh Huntington dipandang semakin membesar, sebagai akibat dari pertumbuhan ekonomi global.

B.     Pertumbuhan Kelas Menengah
Satu atribut yang penting dari kelompok menengah adalah bahwa ia berdiri independen dari otoritas pemerintah,bahkan lebih bersifat antagonistic terhadap otoritas belanda. Kendatipun, jumlah mereka itu sedikit , mereka berhasil menciptakan perubahan-perubahan yang berarti. Memasuki masa kemerdekaan, kelompok-kelompok menengah setelah berhasil membangun gerakan nasionalis dan memimpin revolusi dan mendominasi Negara baru tersebut.
Pertumbuhan kelas menengah di Indonesia, atau di setiap Negara  berkembang yang lain, dipengaruhi oleh sejumlah variable. Secara konseptual, kita dapat mengatakan bahwa tingkat pertumbuhan kelas menengah setidak-tidaknya berkaitan dengan variable-variabel sebagai berikut :
1.      Tingkat urbanisasi di Indonesia yang meningkat dari waktu ke waktu
2.      Perluasan pendidikan, khususnya pendidikan menengah dan kejuruan
3.      Perluasan industry-industri manufaktur dan tersier serta tingkat lapangan kerja
4.      Pemilikan rumah mewah khususnya di perkotaan
5.      Penghasilan-penghasilan bisnis dari kegiatan-kegiatan komersil dan industry
6.      Penghasilan investasi
7.      Kredit-kredit murah yang disediakan pemerintah

C.    Perilaku Politik Kelas Menengah
Secara historis kelas menengah telah menjadi sumber desakan bagi terjadinya perubahan baik dalam bidang ekonomi, budaya, social maupun politik. Kepemimpinan dari suatu gerakan nasionalis dan antikolonial umumnya muncul dari golongan strata menengah baru. Mereka umumnya telah menunjukkan kepedulian yang sungguh-sungguh untuk memperbaikikeadaan yg mereka perjuangkan dan memiliki prasarana yang cukup untuk mewujudkan perubahan.
Tentang kelas menengah secara umum, Huntington memperlihatkan adanya gejala bahwa pertumbuhan ekonomi global yang luar biasa pada tahun 1960-an mengakibatkan meningkatnya standar hidup, taraf pendidikan, dan sangat membesarnya kelas menengah di perkotaan.
Mengenai peran yang dijalankan oleh kelas menengah, ia mengatakan bahwa hamper disetiap Negara pendukung demokratisasi yang paling aktif berasal dari kelas menengah perkotaan. Tentang kaitan dengan pertumbuhan ekonomi , kelas menengah dan demokratisasi dapat dijelaskan bahwa dengan adanya pertumbuhan ekonomi, masyarakat secara umum akan mengalami peningkatan taraf hidup. Peningkatan taraf hidup berarti membawa pergeseran struktyur kelas, antara lain Nampak dengan munculnya kelas menengah yang baru dalam masyarakat.
Di Indonesia, partumbuhan kelas menengah telah menjadi aspek penting selama pemerintahan orde baru. Hal itu tidak lain merupakan pengaruh dari pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini. Dengan pembangunan yang telah dilaksanakan itu telah terjadi pertumbuhan ekonomi yang cuk,up pesat, termasuk di  pedesaan.
Mengenai nilai-nilai tertentu yang berkenaan dengan keberadaan kelas menengah, Dick mengemukakan adanya nilai-nilai berupa komitmen bersama terhadap pembangunan, pemerataan, dan terhadap kemajuan (seperti penghargaan, kemajuan karir melalui pendidikan dan pengalaman).Kelas  menengah semakin menaruh perhatian terhadap ide-ide dmokrasi yang liberal, peraturan hokum dan kebebasan berbicara.

D.    Kelas Menengah dan Perubahan
Salah satu karakteristik penting yang dimiliki kelas menengah bahwa ia muncul sebagai akibat dari perubahan dan kemudian keberadaannya mendorong terjadinya perubahan dalam masyarakat. Golongan masyarakat yang menempati struktur diantara golongan tani dan buruh dengan golongan elit penguasa ini memiliki jumlah yang besar dan terus bertambah. Perkembangan modernisasi, industrialisasi, serta bertambahnya tingkat pendidikan merupakan sebab makin berkembangnya kelompok social ini.
Dalam struktur social, kelompok social ini memiliki peran-peran penting meskipun tidak dapat dikatakan menentukan . keadaan social ekonomi yang makin baik dan kedudukan social yang makin tinggi merupakan salah satu factor meningkatnya partisipasi politik warga Negara. Kesadaran akan kedudukan dan perananya itu membawa konsekuensi terhadap makin meningkatnya tuntutan-tuntutan masyarakat terhadap pembangunan dan kesadaran terhadap peranannya dalam proses-proses politik.
Golongan menengah membawa iklim perubahan baik karena kedudukannya maupun karena peranannya. Berdasarkan kedudukannya mereka berada pada kelompok menengah kebawah yang kehidupan ekonominya relative terbatas, seperti pekerja, kaum professional, karyawan, pegawai dan sebagainya yang jumlahnya hingga kini terus bertambah.
Dengan demikian, dalam struktur dan system politik kelompok ini memiliki peran strategis jika tidak boleh dikatakan mementukan. Lapisan social ini merupakan lapisan yang dinamis dalam membawakan aspirasi-aspirasi perubahan serta berusaha mewujudkan perubahan itu. Dengan itu kelompok social ini keberadaan maupun peranannya tetap diperhitungkan dalam sebuah system politik demokratis.
BAB VII
BIROKRASI DALAM POLITIK
Istilah birokrasi dipandang selalu berkaitan dengan gejala prosedur yang berbelit-belit, mekanisme kerja yang  tak jelas, berliku-liku serta sarana penyalahgunaan status dan wewenang. Birokrasi  yang sering dipandang secara simultan menampilkan citra yang kontradiktif dari efisiensi dan ancaman kekuasaan. Inkompetensi , korupsi, dan pemborosan di satu fihak, manipulasi pengrusakkan dan intrik2 di fihak lain merupakan contoh kebobrokan.
Meskipun demikian, sulit rasanya untuk mendefinisikan pengertian birokrasi karena tiap-tiap disiplin ilmu memiliki pengertiannya sendiri-sendiri berdasarkan pendekatan yang digunakan. Beetham paling tidak membedakan terminology birokrasi menurut penggunaannya, yakni :
1.      Pengertian birokrasi abad ke-19 adalah untuk mengindikasi tipe-tipe system politik yang secara harfiah berarti  pemerintahan oleh biro, sedangkan dalam abad ke-20, pemerintahan birokrasi dianggap sebagai sebuah cirri kediktatoran militer atau pemerintahan satu partai.
2.      Dipelopori oleh Weber dlam sosiologi organisasi. Ia menegaskan bahwa birokrasi pemerintahan yang dilakukan secara terus menerus oleh para professional terlatih sesuai  peranan-peranan yang sudah dilakukan bukanlah tipe pemerintahan
3.      Penggunaan yang berakar  pada disiplin administrasi Negara. Dalam konteks ini birokrasi berarti administrasi Negara yang jelas dibedakan secara tegas dengan administrasi swasta. Muaranya adalah pada upaya mengidentifikasi perbedaan antara keduanya dan untuk menekankan secara kualitatif  karakter yang berbeda yang dimiliki oleh system administrasi berdasarkan situasi dalam bidang pemerintahan.

A.    Teori dan Perkembangan Birokrasi
Secara etimologis istilah birokrasi berasal dari kata bureau ( bahasa Prancis) yang berarti meja tulis dan kratos (bahasa yunani) yang berarti pemerintahan. Secara sederhana dapatlah dikatakan bahwa birokrasi adalah orang-orang yang bekerja dibelakang meja tulis di kantor-kantor. Pengertian itu kemudian berkembang. Dalam konteks politik  birokrasi diartikan sebagai wujud dari aparat pemerintahan Negara dalam melaksanakan kebijakan-kebijakan tersebut melalui serangkaian tahapan atau biro-biro yang masing-masing diberi mandat atau dalam menentukan suatu tahap kebijakan yang disesuaikan dengan kondisi d an situasi tentang kasus yang dihadapi.
Dalam teori sosiologi organisasi ini, Weber memberikan konsep birokrasi “tipe ideal” yang memiliki cirri-ciri pokok sebagai berikut :
1.      Kegiatan sehari-hari yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi didistribusi melalui cara yang telah ditentukan dan dianggap sebagai tugas-tugas resmi.
2.      Pengorganisasian kantor mengikuti prinsip hierarkis. Hal itu berarti bahwa setiap pejabat yang berada dalam hierarki administrasi itu diberi  kepercayaan oleh atasan-atsannya untuk bertanggung jawab atas semua keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh bawahannya dan pekerjaannya sendiri.
3.      Pelaksanaan tugas diatur oleh suatu system peraturan-peraturan abstrak yg konsisten dan mencakup juga penerapan aturan-aturan ini dalam kasus-kasus tertentu.
4.      Seorang pejabat yg ideal , melaksanakan tugas-tugasnya dengan semangat “Sine ira et studio “
(formal dan tidak bersifat pribadi) tanpa perasaan-perasaan dendam atau nafsu dan tetapi dengan perasaan kasih saying atau antusiasme.
5.      Pekerjaan dalam suatu organisasi birokratis didasarkan pada kualifikasi teknis dan dilindungi dari kemungkinan pemecatan oleh sepihak.
6.      Pengalaman secara universal cenderung mengungkapkan bahwa tipe orga nisasi administrative yang murni berciri birokratis dilihat dari sudut pandangan yang semata-mata bersifat teknis mampu mencapai tingkat  efisiensi yg tertinggi.
Munculnya birokrasi dapat dijelaskan dari beberapa sudut  pandang . Sudut pandang pertama adalah –kondisi historis yang mendorong munculnya birokrasi. Satu hal yang menyebabkan suburnya birokrasi ialah dikenalnya system ekonomi uang. Ketergantungan ekonomi seorang pegawai upahan pada pekerjaan dan kebebasan untuk memajukan diri dalam karir menciptakan orientasi terhadap kerja yang mengharuskan seseorang bersikap disiplin dan bertanggung jawab.
Sementara itu  dalam masa colonial birokrasi tidak juga diabdikan pada kepentingan rakyat, melainkan sebatas pada kepentingan elit. Meskipun birokrasi telah mengalami pemoderennan, para anggotanya tidak diajar bagaimana mengembangkan dan meningkatkan partisipasi rakyat. Pada masa itu birokrasi dijadikan alat bagi pemerintah colonial dengan memanfaatkan sumber daya pribumi.
Satu bentuk yg menonjol dari  birokrasi adalah adanya wewenang antara persyaratan dinas dengan kenyataan yang terjadi. Kewenangan atasan birokratis adalah mengadakan pengawasana terhadap pegawai pada tingkat dibawahnya secara ketat dan objektif.

B.     Birokrasi dalam Pembangunan Politik
Berangkat dari tujuan awalnya bahwa birokrasi diciptakan untuk memudahkan pekerjaan dan dalam beberapa hal akan membantu proses perkembangan yang lebih efisien, analisis mengenai konteks pembangunan politik diarahkan pada kerangka tersebut. Dengan kerangka itu, pertama-tama akan dikenal istilah birokrasi politis dan birokrasi administratif.
Birokrasi  politis berasal dari organisasi-organisasi di luar pemerintahan dan memperjuangkan pandangan dan tujuan-tujuan praktis politis suatu golongan  atau beberrapa golongan dalam masyarakat. Birokrasi ini berorientasi  pada kepentingan masyarakat yang sekaligus merupakan cirri yang membedakannya dengan birokrasi administrative.
Birokrasi melahirkan birokrat-birokrat adalah premis yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Tetapi persoalannya bukanlah mengapa birokrasi mesti melahirkan birokrat, akan tetapi bagaimanakah peranan birokrat-birokrat tersebut dalam kehidupan politik. Diakui atau tidak kaum birokrat  dalam pembangunan politik memiliki peranan yang strategis . ia merupakan organ politik yang memiliki kewenangan dalam pembuatan kebijakan dan pembuatan produk-produk keputusan yg berpengaruh terhadap masyarakat luas.
Peranan birokrat dalam proses pemerintahan terutama dalam penentuan keputusan secara actual dan formal ialah sebagai agen dari para pembuat keputusan , bukan anggota pembuat keputusan , yang bberperan hanya alatnyabukan fihak yg bebas berfikir menurut kemauannyadan merupakan pelaksana netral dari rencana-rencana yang ditetapkan fihak lain.
Di Negara-negara berkembang terdapat birokrasi yg sering berlawanan arah. Ia justru menjadi perangkat yg bukannya mempermudah, melainkan justru mempersulit warga Negara dengan berkedok setia pada hukum dan peraturan yang berbelit-belit  atau bahkan diciptakannya sendiri. Mereka bersikap seperti orang-orang penting yang setiap saat beranggapan tandatangannya diburu orang banyak dan mengharapkan penghormatan yang berlebih-lebihan serta sambutan –sambutan yang meriah dari rakyat dari setiap kedatangannya.
Dari keadaan demikian seperti itu nampaknya  terjadi perkembangan yang berbanding terbalik arah dari substansi birokrasi itu sendiri. Mereka yang sebenarnya digaji untuk mengabdi pada rakyat, justru menguasai rakyat dan rakyat yang mengabdi padanya. Keadaan menjadi “up side down”

C.    Birokrasi dan Sistem Kepartaian
Sistem kepartaian telah menjadi mesin bagi terciptanya birokrat-birokrat melalui proses seleksi maupun cara-cara procedural yang biasa dipakai dalam system itu. Aturan-aturan yang disusun dalam sebuah system kepartaian merupakan perangkat lunak yang dapat dipergunakan bagi terciptanya standar kualitas dan criteria baku terbentuknya birokrasi yang mendukung system politik, apabila dijalankan.
Birokrat yang muncul dengan dukungan partai politik tertentu, dalam praktek-praktek politiknya akan cenderung untuk melindungi bahkan menciptakan peluang bagi berkembangnya organisasi politik tempat ia dimunculkan , meskipun secara hati-hati. Birokrat-birokrat yang menduduki posisi  yang tinggi, yang memiliki kewenangan cukup besar umumnya memberikan perlindungan terhadap partai politiknya dalam bentuk seperti menciptakan produk-produk peraturan yang dapat menciptakan iklim kestabilan politik, agar system politik dapat berjalan dengan wajar dan keadaan yang oleh mereka dianggap telah mapan itu tidaklah berubah.
Birokrasi dalam pembangunan dengan demikian memiliki arti dan peranan yang pentibng. Sebab proses-proses pengambilan keputusan dapat dipertimbangkan dan ditetapka. Pengorganisasian masalah melalui organisasi-organisasi  yg rapih dan sitematis memungkinkan penyelesaian  dalam bentuk penetapan kebijakan yang dilakukan melalui  mekanisme yang tertib.

D.    Birokrasi dan Kelompok Kepentingan
Salah satu aspek  yang penting dalam politik adalah kelompok-kelompok yang memiliki kemampuan-kemampuan untuk  mengartikulasi kepentingan masyarakat untuk dikomunikasikan dengan aparat pengambil keputusan. Kelompok-kelompok ini umumnya berharap bahwa penentuan kebijakan dan pengambilan keputusan itu melibatkan suara masyarakat atau paling tidak mereka cukup memiliki pengaruh terhadap proses pengambilan keputusan itu.
Almond mengartikan kelompok  kepentingan  yaitu bahwa setiap organisasi yang berusaha mempengaruhi kebijakan pemerintah, pada saat yang bersamaan mempunyai kehendak memperoleh jabatan public. Selanjutnya Rose memberikan pandangannya bahwa kelompok kepentingan itu dalam kerangka lembaga-lembaga dan nilai-nilai politik. Sebenarnya kelompok-kelompok kepentingan ini mengharapkan empat hal dari pemerintah, yakni :
1.      Informasi tentang sikap-sikap dan perubahan kebijakan pemerintah yang mempengaruhi kepentingan kelompok itu.
2.      Jasa baik dari para administrator yang melaksanakan kebijakan-kebijakan pemerintah
3.      Pengaruh terhadap kebijakan pemerintah,
4.      Status simbolis bagi pemimpinnya.
Kelompok-kelompok kepentingan ini dalam aktivitas penyampaian tuntutan-tuntutan kepentingannya melakukan berbagai cara yang oleh mereka dipandang efektif. Melakukan kontak-kontak hubungan pribadi, melalui saluran perwakilan langsung, melalui saluran formal dan institusi lain seperti media massa, partai politik dan lembaga legislative serta dengan cara kekerasan dan demonstrasi seperti yg dilakukan oleh kelompok anomie.

E.     Perilaku Politik Birokrasi
Sasaran utama birokrasi sebenarnya bukanlah birokrasi itu sendiri, melainkan aparat-aparat perilaku birokrasi. Aspek manusia atau dengan kata lain pegawai-pegawai birokrasi itulah yang menurut persepsi masyarakat yang telah menyebabkan hal itu. Para birokrat pengambil kebijaksanaan politik tidak luput pula dari tuduhan-tuduhan yg pada prinsipnya mengkritik birokrasi.belum lagi munculnya persepsi bahwa birokrasi sangat memungkinkan terjadinya korupsi, kolusi dan manipulasi.
Dalam birokrasi discretionary corruption merupakan bentuk korupsi yg dilakukan karena adanya kebebasan untuk menentukan kebijaksanaan. Meskipun  nampaknya kegiatan ini bersifat sah, sebenarnya kurang dapat diterima oleh para anggota organisasi yang lain. Jenis korupsi ini dapat pula dilakukan terhadap seseorang  atau sekelompok yang satu dengan kelompok yang lain,seperti dalam hal memberikan janji untuk audensi terhadap yang lain atas dasar persepsi yg kurang tepat.
Yang dimaksud illegal corruption adalah suatu tindakan yg bermaksud  untuk mengacaukan bahasa, pengertian, ataupun maksud-maksud hokum peraturan dan regulasi tertentu.  Tindakan-tindakan pemutarbalikkan fakta, dengan pengertian untuk berlindung dibalik hokum dan mengatasnamakan hokum dan peraturan seringkali dilakukan untuk menutupi pelanggaran-pelanggaran yang dilakukannya.
Jenis korupsi yg paling popular adalah mercenary corruption dan barangkali jenis ini difahami oleh masyarakat sebagai korupsi itu sendiri. Jenis korupsi ini bertujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi seperti pemberian uang sogok, uang semir. Namun demikian korupsi ini seringkali disebut sebagai penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan yg dimaksudkan untuk memperoleh keun tungan materiil dan politis.
Sementara itu terdapat pula korupsi ideology (ideological corruption) yaitu jenis korupsi yg dimaksudkan untuk mengejar tujuan-tujuan kelompok. Korupsi jenis ini barangkali hamper terjadi disetiap kegiatan-kegiatan politik, yg bertujuan untuk mendukung seseorang atau kelompok lain  dalam memperoleh jabatan atau pengaruh yg lebih luas.
Hal-hal itu adalah salah satu bentuk perilaku politik yg dilakukan oleh birokrasi pemerintahan atau organisasi birokratif.perilaku-perilaku politik yg dilakukan aparat birokrasi dapatlah dikatakan parallel dengan sikap-sikap yg dimiliki aparat tersebut terhadap system politik. Bahkan perilaku politik warga Negara dalam hal ini termasuk birokrasi dipengaruhi  oleh nilai-nilai dan tradisi yang berkembang.
Fenomena perilaku birokrasi ialah kecenderungan untuk mengabaikan dan sekaligus kurang menyukai kritik. Hal itu dilatarbelakangi oleh suatu konsep  kebersamaan yg berakibat terhadap kaburnya antara hak, kewajiban dan tanggung jawab seseorang.









BAB VIII
BERBAGAI DIMENSI PERILAKU POLITIK

A.    Perilaku Politik dalam konteks bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
Manusia merupakan makhluk yang berpolitik. Hal itu mengandung arti bahwa manusia tidak sekedar bersifat instingtif, tetapi juga mengaktualisasi dirinya ditengah-tengah masyarakatnya dalam bentuk tingkah laku politik. Dalam kehidupan bermasyarakat, bernbangsa dan bernegara tingkah laku politik manusia itu diwujudkan dalam proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik.
Proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik itu diselenggarakan untuk mewujudkan tujuan bersama dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Tujuan masyarakat  dan bangsa secara umum pertama-tama adalah pembentukan identitas bersama. Melalui identitas bersama, masyarakat, dan bangsa yang bersangkutan akan mudah membawa dirinya dan menyesuaikan dirinya sejalan dengan kesepakatan dan identitas  yang dibangun.
Terdapat beberapa factor yg biasanya muncul sebagai factor pembentukan identitas bersama. Faktor-faktor tersebut menurut Surbakti mencakup :
1.      Factor primordial, termasuk didalamnya adalah ikatan kekerabatan, suku bangsa, daerah, bahasa, dan adat istiadat. Factor primordial ini  dapat melahirkan persepsi yg sama tentang masyarakat dan bangsa yang dicita-citakan.
2.      Factor sacral, yakni seperti ketaatan terhadap suatu agama atau ikatan yang kuat terhadap ideology doktrin tertentu
3.      Tokoh, dapat diartikan sebagai panutan karena masyarakat dan bangsa mengidentifikasikan diri kepada pribadi seseorang tokoh tersebut.
4.      Sejarah,  pengalaman masa lalu dapat membentuk solidaritas, teklad dan tujuan bersama. Perasaan kolektif senasib sepenanggungan dalam penderitaan masa lalu merupakan landasan psikologis  yg kuat dalam ikut membentuk identitas bersama masyarakat  dan bangsa.
5.      Kebinekaan, faktor ini menjadi landasan pembentukan identitas bersama karena adanya kesadaran terhadap manfaat persatuan dan kesatuan.
6.      Perkembangan ekonomi, merupakan faktor yang penting dalam membentuk identitas bersama.dalam hal ini perkembangan industry akan membawa pengaruh  bagi terciptanya spesialisasi pekerjaan dalam masyarakat.
7.      Kelembagaan, lembaga-lembaga pemerintahan dan politik menjkadi penggerak dan wahana bagi terbinanya rasa persatuan dan kesatuan anggota masyarakat.
Perkembangan masyarakat Indonesia  pascakemerdekaan pun menjadi factor menguatrnya identitas nasional. Modernisasi yg berdampak pada kemajuan dan perubahan di segala bidang kehidupan serta industrialisasi telah menciptakan kaum professional, kelompok-kelompok social baruyg memiliki keahlian dalam bidangnya masing-masing.

B.     Norma-norma Perilaku Politik
Membicarakan norma perilaku politik berarti mempersoalkan apa yang menjadi landasan wewenang politk atau apa yang menjadi dasar pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik itu diberlakukan secara sah. Hal itu sejalan dengan pengertian wewenang, yaitu kekuasaan yang dilembagakan.jadi perilaku politik yang etis secara umum hendaknya dilaksanakan dalam suasana Negara demokratis dan Negara hukum.  Pengaruh perilaku politik terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara pada masa orde baru di Indonesia dapat digun akan sebagai contoh pelaksanaan demokratis dan praktek Negara hukum.

C.    Pengaruh Perilaku Politik terhadap Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
Perilaku politik selalu mengacu kepada tujuan Negara. Tiap-tiap Negara memiliki rumusan yang berbeda-beda tentang tujuan negaranya.oleh karena itu, perilaku politik warga Negara yang satu akan berbeda dengan perilaku politik warga Negara yang lainnya. Bahkan perilaku warga Negara dari suatu Negara dapat berbeda   dalam suatu kurun waktu tertentu  dengan perilaku warga Negara yang sama dalam kurun waktu yang berbeda . hal itu disebabkan oleh penafsiran tentang tujuan Negara yang berbeda.  Dalam posisi demikian, perilaku politik akan menentukan system politik dari bangsa dan Negara yang bersangkutan.







BAB IX
DINAMIKA KEHIDUPAN POLITIK
A.    Perubahan Politik
Perubahan politik secara umum merupakan hal yang bersifat alamiah. Perubahan politik merupakan istilah yang disejajarkan dengan pembangunan politik dan modernisasi politik. Pembangunan dan modernisasi politik merupakan perubahan politik, tetapi perubahan politik belum tentu sebagai pembangunan politik atau  modernisasi  politik. Istilah pembangunan politik merupakan usaha disengaja, terencana, adanya sasaran yang jelas, evolusioner dan tidak dilaksanakan dengan kekerasan dalam penataan kehidupan politik.
Perubahan politik menyangkut persoalan-persoalan system nilai politik, struktur kekuasaan, serta strategi mengenai kebijakan umum yang berkenaan dengan lingkungan masyarakat dan lingkungan alam yang mempengaruhi dan dipengaruhi system politik. Membahas system nilai politik berarti  mambahas ideology politik , yaitu apa yang menjadi dasar untuk memberikan pemikiran terhadap kehidupan politik. Melalui ideology politik yg disepakati kemudian disusun system politik yg diharapkan, seperti apa yang menjadi tujuan Negara , dan bagaimana aturan permainan dalam kehidupan politik.
Dalam menangani proses kebijakan, setiap sitem politik memiliki strategi sendiri. Strategi kebijakan selalu diputuskan berdasarkan system nilai politik yg dianut, struktur kekuasaan yg sedang berlaku  dan lingkungan masyarakat beserta lingkungan fisik yang melingkupinya. Lingkungan masyarakat dan lingkungan fisik memiliki hubungan interdependensi dengan strategi kebijakan , lingkungan masyarakat dan lingkungan fisik akan mempengaruhi dan dipengaruhi strategi kebijakan.oleh karena itu strategi kebijakan di suatu wilayah (Negara) tidak akan sama dengan strategi kebijakan di wilayah (Negara) lain.
Atas dasar ketiga objek perubahan politik tersebut, perubahan politik dapat dilihat dari tiga bentuk yaitu :
1.      Perubahan politik secara keseluruhan, biasanya bersifat radikal dan dicapai dengan revolusi. Perubahan system politik ini berarti terjadinya perybahan system nilai politik, struktur kekuasaan, dan strategi kebijakan.
2.      Perubahan yang terjadi dalam system politik ,menyebabkan terjadinya sejumlah modifikasi dalam ketiga elemen system politik.biasanya terjadi dalam suasana damai dengan tetap berpegang pada system nilai politik, struktur kekuasaan  dan strategi kebijakan yang telah dilaksanakan sebelumnya.
3.      Perubahan yg disebabkan oleh dampak berbagai kebijakan umum yaitu apakah kebijakan umum tersebut menaikkan kondisi ndan kualitas hidup masyarakat dan lingkungan fisik yg atau tidak. Bentuk perubahan politik semacam ini berhubungan dengan strategi pembangunan politik yg dianut.
Menurur  Pye,ada sepuluh konsep pembangunan yang dianut dalam menentukan strategi kebijakan umum suatu Negara. Kesepuluh kebijakan tersebut adalah :
1.      Pembangunan politik sebagai prasyarat bagi pembangunan 
2.      Pembangunan politik sebagai tipe politik masyarakat sendiri
3.      Pembangunan politik sebagai modernisasi politik
4.      Pembangunan politik sebagai operasi Negara bangsa
5.      Pembangunan politik sebagai pembangun administrasi dan hokum
6.      Pembangunan politik sebagai mobilisasi dan partisipasi massa
7.      Pembangunan politik sebagai pembinaan bangsa
8.      Pembangunan politik sebagai stabilitas dan perubahan yang teratur
9.      Pembangunan politik sebagai mobilisasi dan kekuasaan
10.  Pembangunan politik sebagai satu aspek proses perubahan social yg multidimensional

B.     Konflik dan Konsensus
Arus besar pendekatan ilmu-ilmu social berpangkal pada dua pendekatan yang saling bertentangan, yaitu pendekatan consensus dan pendekatan konflik.pendekatan consensus disebut juga pendekatan structural-fungsional. Asumsi pendekatan consensus  menurut Nasikun sebagai berikut :
1.      Masyarakat merupakan sebuah system yang terdiri atas bagian-bagian yang saling berhubungan
2.      Hubungan pengaruh mempengaruhi diantara bagian bagian fungsi dalam masyarakat bersifat ganda dan timbal balik
3.      System social cenderung bergerak kea rah equilibrium yang bersifat dinamis
4.      Integrasi nasional pada tingkatannya yang sempurna tidak akan pernah tercapai, akan tetapi setiap system nasinal senantiasa berproses kearah-arah penyesuaian-penyesuaian dan institusional
5.      Perubahan-perubahan dalam system social pada umumnya terjadi secara  gradual, melalui proses penyesuaian-penyesuaian dan tidak secara revolusioner
6.      Perubahan-perubahan social terjadi melalui tiga kemungkinan yaitu penyesuaian  yg dilakukan oleh setiap system social tersebut terhadap perubahan yang dating dari luar, pertumbuhan melalui proses diferensiasi struktur dan fungsional, serta penemuan-penemuan baru dalam anggota masyarakat
7.      Factor terpenting yang memiliki daya mengintegrasi suatu system social adalah consensus diantara anggota-anggota masyarakat mengenai nilai-nilai kemasyarakatan tertentu.
Disamping sebagai sumber perubahan, konflik dapat berfungsi untuk menghilangkan pengganggu dalam sutu hubungan . dalam hal ini Lewis Coser, menyatakan bahwa konflik dapat berfungsi sebagai penyelesaian ketegangan antara unsure-unsur yg bertentangan mempunyai fungsi sebagai stabilisator dan menjadi komponen pemersatu hubungan.
Konflik tidak selamanya mengandung muatan politis. Konflik yang terjadi antara dua orang karena perbedaan pendapat  tidak selalu menyangkut lembaga-lembaga politik. Di fihak lain konflik menyangkut politik karena perbedaan yang terjadi itu melibatkan lembaga-lembaga politik.
Secara substansi konflik dapat dibedakan menjadi dua, yakni :
1.      Zero-sum conflik, berupa konflik yang bersifat antagonis dan tidak mungkin diadakan kerjasama atau kompromi diantara keduanya
2.      Zero-sum conflik, yakni konflik yang dapat diselesaikan baik dengan kompromi maupun denbgan kerjasama dan menguntungkan kedua  belah fihak, meskipun hasilnya tidak optimal.
Konflik-konflik politik yang muncul dalam proses politik pada kehidupan berbangsa dan bernegara penting dalam kerangka makin mendewasakan diri. Selain itu , konflik tersebut dalam porsi tertentu diperlukan untuk menyatukan dan memperkuat system politik . bahkan konflik akan memacu kehidupan politik menjadi makin dinamis kerah terciptanya perubahan-perubahan yang makin membaik berdasarkan pemikiran-pemikiran baru, apabila dapat dikelola dan diarahkan.
Share this article :

0 comments:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Recent Post

Mampir Dulu
 
Support : Creating Website | UJANG MURNA WIJAYA Template | AA UJANG
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Ujang Murana Wijaya - All Rights Reserved
Template Design by CREATIVE Published by JAMUR